Setelah sedari siang hingga lepas maghrib survey beberapa lokasi tanah yang akan dibikin project baru (kali ini bukan tanah Kavling, tapi perumahan. Doakan sukses ya...) aku balik ke kantor. Karena kantor juga adalah rumah, segera ambil handuk untuk mandi. Aha... segar nian rasanya, semua bau dan gatal rontok seketika. Usai mandi langsung pasang kuda-kuda buat sholat Isya (pastinya pakai baju dulu), karena tidak ada agenda akhirnya mutusin buat jalan-jalan ke Pasar Ulin nyari beberapa kaset.
Berangkat pakai motor temen, sekira sepuluh menit
sampai di Pasar Ulin. Wuih... Rame. Pas hari (malam) pasar, semua tumpah ruah. Mulai dari dagang balon sampai arum manis. Ada pedagang kaset bajakan sampai pedagang pentol. Tak ketinggalan lapak baju, hp, buah semua tumpah ruah. Memang pasar tumpah ini membuat halaman parkir Pasar Ulin makin padat saja. Belum termasuk sepeda motor dan mobil yang diparkir di mana-mana.
sampai di Pasar Ulin. Wuih... Rame. Pas hari (malam) pasar, semua tumpah ruah. Mulai dari dagang balon sampai arum manis. Ada pedagang kaset bajakan sampai pedagang pentol. Tak ketinggalan lapak baju, hp, buah semua tumpah ruah. Memang pasar tumpah ini membuat halaman parkir Pasar Ulin makin padat saja. Belum termasuk sepeda motor dan mobil yang diparkir di mana-mana.
Pemandangan yang tentu sekarang sudah sangat jarang ditemui namun masih eksis tentu keberadaan pedagang obat tradisional. Mulai dari obat kuat, pembesar cicak rowo, obat segala macam penyakit (saya kadang menyangsikan kebenarannya) hingga terapi alternatif di tempat. Pokoknya kumplit plit di Pasar Ulin yang tumpah ini. Dan benar saja, keahlian orasi para pedagang obat ini patut diacungi jempol. Karena pidato mereka mampu membuat pengunjung setidaknya penasaran, lalu melihat-lihat dan tidak sedikit yang akhirnya membeli obat dan mencoba terapi. Kayaknya kalau jadi Juru Kampanye caleg boleh juga, secara masih aja ada caleg yang tidak terlampau fasih dalam berorasi bahkan ada yang tidak bisa ngomong (*ngapain juga jadi caleg toh?).
Malam ini, lapak terapi bekam tanduk (bekam dengan menggunakan tanduk sapi dan sejenisnya, kalau wong fei hung pakai bambu, masalah bekam ini akan kita bahas nanti) membuat saya bertahan untuk melihat-lihat. Jika kamu datang ke sini, kamu akan lihat bagaimana terapis bekam nampak sebagaimana dokter sekaligus apoteker yang ahli betul mendeteksi penyakit dan memberi rekomendasi obat yang harus dikonsumsi. Secara umum, mereka layani terapi bekam untuk mengeluarkan angin secara (sepertinya) gratis. Intinya tetap satu, mereka jual obat. Kata salah satu terapis, bekam tidak menyembuhkan keluhan anda tapi hanya mengeluarkan angin. Karena memang bagian tubuh pasien tidak dilukai untuk dikeluarkan darahnya.
Begini-begini, aku pernah jadi terapis bekam dan pernah membuka klinik terapi bekam dan refleksi selama dua tahun. Sebelum banting stir ke bisnis lain. Secara higinitas alat dan titik-titik meridian yang diletakkan terapis bekam tanduk di pasar itu jelas asal-asalan. Asal mengeluarkan angin. Padahal, ada beberapa titik yang "haram" untuk dibekam karena dapat mengakibatkan cidera bahkan kelumpuhan pasien. Aku sempat juga ditawari berbekam di sini, tapi enggan karena dua hal ini. Selain tentu saja harus buka baju di depan umum. Apa kata dunia jika aku buka baju di sini? Bisa-bisa semua wanita di pasar ini tergila-gila padaku.
Secara umum aku salut dengan para pedagang obat yang buka lapak di pasar-pasar tradisional. Seolah mereka mau menunjukkan pada dunia bahwa mereka bisa membantu menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat yang makin ke sini semakin mahal. Dan mereka masih bisa mencari uang dengan cara halal (tidak termasuk yang nipu). Seolah-olah memberi tamparan kepada para dokter yang pelayanan kesehatannya hanya sebagai klinik, apotik dan rumah sakit saja. Juga para pemalas yang seolah-olah mati langkah saat kondisi ekonomi makin sulit dengan mencuri, merampok, menipu, korupsi dan lain-lain.
Dan tentu yang membuat aku acungkan jempol untuk mereka adalah rasa percaya diri mereka yang tinggi ditambah kemampuan orasi yang lebih dari cukup dibandingkan orang kebanyakan. Boleh jadi suatu saat (jika punya modal) mereka bakal memikirkan untuk jadi caleg. Secara, saat ini jadi caleg semacam lowongan pekerjaan tertentu yang dicari-cari.
Comments
Post a Comment