Hari ini adalah hari kedua sejak kantor kami resmi pindah ke ruko di belakang Lapangan Brimob. Usai membuka pintu, ngabsen (presensi), taruh tas langsung buka laptop langsung blogging. Hohoho, nampaknya semangat menulisku lagi. Setidaknya selama seminggu ini. Berhubung koneksi internet juga terbilang lumayan.
Asiknya, sidang pembaca yang budiman sambil mendengar Sandy Sandoro
yang judulnya "Gejolak Cinta". Karena saat mulai menulis ini aku sedang dengerin lagu itu. Aku bikin repeat satu lagu saja. Sembari tentu merenungi bahwa sebagian besar dari kita pernah merasakan api jiwa menyala-nyala karena cinta. Dan sedihlah bagi mereka yang belum pernah merasakannya. Aku putar dengan volume penuh, karena tak sesosokpun karyawan lain yang datang.
yang judulnya "Gejolak Cinta". Karena saat mulai menulis ini aku sedang dengerin lagu itu. Aku bikin repeat satu lagu saja. Sembari tentu merenungi bahwa sebagian besar dari kita pernah merasakan api jiwa menyala-nyala karena cinta. Dan sedihlah bagi mereka yang belum pernah merasakannya. Aku putar dengan volume penuh, karena tak sesosokpun karyawan lain yang datang.
Apa betul di antara hadirin ada yang belum pernah jatuh cinta? Jangan acungkan tangan, karena aku tidak bisa melihatnya. Anda tidak perlu khawatir, karena kita tidak berdosa karena tidak pernah jatuh cinta. Walau rasanya kurang. Kurang mantap. Bukan karena tidak ada dorongan alamiyah dari dalam diri, tapi mungkin karena faktor luar yang belum mendukung hadirnya letupan-letupan asmara. Mungkin.
Temanku, Abay dulu pernah menulis kurang lebih begini: "Aku pernah jatuh cinta, rasanya sakit sekali... namun aku ingin kembali merasakannya". Ah... nampak terlalu romantis, tapi ini benar. Karena sakitnya, orang bisa senyum sendiri tanpa sebab. Tiba-tiba rapi dan wangi bahkan mampu merubah laku dan sikap secara drastis.
Tuhan menciptakan bunga bukan karena wangi atau sari patinya untuk menjadi madu. Tapi untuk membuat semesta ini seimbang. Pernah sebuah penelitian menyebut bahwa sebuah kepakan sayap kupu-kupu dapat membadai sebuah negara. Juga karena Tuhan menginginkan dunia ini seimbang. Hadirnya cinta juga begitu. Membuat semesta ini seimbang. Tak heran jika Tuhan memiliki sifat ar-Rahman dan ar-Rahim, pengasih dan penyayang. Itu sifat cinta. Dan secara tidak langsung semacam memberi tanda kepada kita, bahwa cinta yang kita punya haruslah selaras dengan kehendak Tuhan agar semesta seimbang.
Salim A. Fillah dalam bukunya NPSP (kalau tidak khilaf dengan judul Bahagianya Merayakan Cinta) lebih memilih "bangun cinta" dari pada "jatuh cinta". Karna dinilai membangun cinta lebih konstruktif dibanding jatuh cinta. Menurutku, membangun cinta justru adalah sebuah terminologi yang unik. Karena digiring untuk memiliki persepsi, bahwa cinta itu bisa hadir membersamai sebuah keluarga (pasangan) berawal dari empty love.
Bagaimana mungkin? Mungkin saja. Pernah bekerja di suatu tempat yang tidak kita inginkan sama sekali? Namun berangsur kita menyukai bahkan betah bekerja di tempat itu. Beberapa pasangan (mungkin sebagian kecil atau bahkan sebagian besar) menikah tanpa mengenal pasangan mereka sebelumnya. Ajaibnya rumah tangga semacam ini berlangsung langgeng dan sakinah. Memang tidak semua, tapi boleh dicoba. Kita akan menikmati kejutan-kejutan yang tidak pernah terduga sebelumnya.
Tentu prasyarat menerima dengan lapang dada adalah yang utama.
Aku bukan termasuk orang yang jatuh cinta terhadap bisnis properti di kantor ini, tapi termasuk orang yang mencintai bisnis ini bermula dari empty love. Dan aku menikmati prosesnya.
Comments
Post a Comment