Sebenarnya, kalau sudah lebih dari sepekan tidak menulis sesuatu di blog rasanya seperti makin buntu. Oleh karena itu, sering aku gunakan metode memaksakan diri agar ide tetap mengalir seperti air. Dan benar kawan, setelah tuntas sebuah kalimat, ide itu datang kembali bermunculan. Koq bisa?
![]() |
Ilustrasi: Sebel |
us (dalam persfektif hati penulis), perjalanan jadi lebih mudah. Berkendara tanpa lampu utama tentu tidak akan bagus untuk perjalanan dalam kondisi hujan atau saat matahari sudah tenggelam. Seperti inilah perjalanan yang aku inginkan. Sembari menyetel MP3 di salah satu handphone yang aku bawa, rasanya hanya perlu waktu 3,5 jam untuk sampai rumah.
Melewati Martapura, memasuki Matraman hingga sampai daerah Sungkai (kab. Banjar) speedometer mengkhabarkan bahwa bensin sudah mulai sekarat. Oke... Aku beri kau jatah untuk minum. Karena antrian tidak terlalu panjang, aku mampir di salah satu SPBU. Biasanya, kalau sedang penuh antrian (dengan para pelangsir) pasti akan dilewati dan memilih membeli di kios-kios bensin yang menjual dengan harga yang lebih mahal.
Iseng, aku buka kamera di Handphone dan membidik beberapa peristiwa di lingkungan SPBU. Dan wow, antrian terdepan ada dua buah mobil angkutan berjenis Pick Up sedang mengisi banyak sekali dirigen dengan bensin. Aku foto. Jepret... Jepret... Pria di dalam bak Pick Up menatapku. Tenang bos, kau jadi model-ku saat ini. Lho.. Koq salah satu operator juga ikutan menatap? Dan jiah...! Dia menghampiriku. Pasti gara-gara ambil foto di SPBU nih. Setahuku jarak yang cukup jauh dari mesin pompa ini tentu gelombang elektromagnetik kamera tidak akan mempengaruhi. Tapi aku salah.
Aku diminta untuk mundur dari antrin dan menepi ke salah satu sudut SPBU. Mundur dari antrian iya, aku lakukan. Tapi menepi dan menjauh dari pengendara lain tentu tidak akan aku lakukan. Karena bisa saja aku kena sodomi (eh gak ding, maksudnya kena bogem mentah si operator). Sedang wajah yang menunjukkan emosi tingkat labil sehingga statuisasi air mukanya menunjukkan kontroversi hati dia mulai bicara.
"Pak, ini apa maksudnya?" Hardik dia.
"Ah gak papa.. Cuma foto-foto koq. Gak boleh?" Jawabku santai.
"Bapak tahu berdasar peraturan ini tidak boleh dilakukan?" Nafasnya sudah memburu, nampak geram dengan sikap santaiku.
"Ayo kita ke pojok sana, biar kita bicara...!" Nadanya semakin tinggi.
"Emang gak boleh pak? Lalu Gimana dengan itu?" aku menunjuk dia Pick Up yang masih saja terus mengisi pundi-pundi galonnya.
"Bukannya secara peraturan itu juga gak boleh?" Aku berkilah dan membanding-bandingkan kesalahan, padahal kalo jauh khan ya gapapa? Toh bisanya kameramen tivi menyorot SPBU juga dari jarak yang hampir sama dengan jarakku.
Nafasnya masih ngos-ngosan, dan masih saja bernafsu mengajakku ke pojok SPBU. Wah gaswat nih. Bisa-bisa pengen mesum. Tidaaak! Sambil melihat lagi Gallery foto di handphone, DAMN! Ternyata cuman ada foto kaki. Ini pasti karena layarnya sudah retak karena terinjak. Sehingga sensifitas layarnya jauh berkurang. "ini liaat bos? ada gak gambarnya? Gak ada bos...!"
Dia mengambil android layar retakku dan melihat-lihat isi galerinya. "tuh khan gak ada? makanya jangan menuduh tanpa bukti dong...! Kalau kayak gini, antrian aku jadi hilang" Aku merasa terselamakan dan menang karena kamera handphone yang error.
"ya sudah, ambil antrian depan" Kata operator yang aku sempat tanya namanya tapi tidak dia jawab.
Akhirya aku seret ke antrian terdepan. Aha...! aku isi full tank. Sayup terdengar dari sela helm dan headset yang aku pakai, operator yang bersangkutan sempat berujar kepada operator lain. "kalau macam-macam kita pukuli banarai" dia pakai bahasa daerah yang dia sangka aku gak ngerti. Maknanya kurang lebih begini: "kalau dia mau macam-macam, kita hajar aja". Dalam hatiku bersyukur, karena dia ternyata juga masih mikir untuk duel satu lawan satu denganku. Hahaha, secara badan tentu aku lebih unggul, belum lagi aku punya helm yang bisa digunakan menangkis atau menyerang balik.
Sebelum meninggalkan SPBU, aku catat nomer SPBU ini. Siapa tahu nanti aku bisa post di blog. Dan ternyata, aku betul-betul akan menuliskannya di sini. 6470604, ini nomer SPBU yang menjual BBM bersubsidi kepada pelangsir yang menjual kembali bensin (katanya) ke gunung. Kalau ke gunung, besar kemungkinan dikirim untuk industri. Karena pelangsir itu berani membayar harga lebih tinggi kepada operator untuk mendapatkan jatah bensin lebih banyak dari yang lain.
***
Meski fakta yang aku ceritakan cuma ini, tapi kawan semua pasti pernah melihat dan menyaksikan sendiri bagaimana operator pom bensin (termasuk petugas keamanan dan beberapa pengelola SPBU) turut andil dalam mendistribusikan BBM bersubsidi kepada pihak yang memang tidak berhak.
Aku memang tidak terlampau setuju dengan istilah subsidi. Namun dalam perkara ini para pengguna BBM biasa seperti kami, kami merasa dirugikan. Walau kenaikan harga yang ada saja sudah jelas merugikan. Betapa tidak dengan adanya pelangsir, persediaan BBM jadi tersedot kepada mereka. Antrian di SPBU mengular (di beberapa SPBU bakan sampai penuh) sehingga tidak ada tempat untuk ikut mengantre. Agar menghemat waktu, seringnya aku (dan juga orang lain) lebih memilih membeli di kios bensin dengan harga yang sudah dinaikkan (saampai Rp 7.500,-) dan takarannya pasti kurang dari satu liter perbotolnya.
Oleh karena itu, duhai Pemerintah... JANGAN RESEK DONG! Naikin harga tapi dengan fakta-fakta seperti ini malah lepas tangan. Apa pengawasan terhadap distribusi BBM bersubsidi ini tidak ada petugasnya? Atau hanya diserahkan kepada Pertamina? Atau sudah ada petugas keamanan (baik Polisi maupun TNI) yang diberi tugas untuk ini? Lalu kenapa masih ada petugas keamanan yang mahal berperan dalam mengatur para pelangsir di Pom bensin? Seolah-olah bersekongkol gitu...
Mungkin tuntutan aku tidak terlalu dipahami. Tapi sebagai orang awam, tahu betul. Bahwa pemerintah kan seharusnya melayani masyarakat. Setidaknya membuat masyarakat tidak menderita lah. Lebih bagus lagi sejahtera. Buat apa coba kita keluar dana triliunan untuk memilih mereka (termasuk juga wakil rakyat) kalau tidak bisa melayani? Kalau merasa "pusing", galau, stres dengan urusan rakyat jangan curhat di tivi lah... cukup dirasakan sendiri. Karena memang tugasnya pemerintah buat pusing, stres dan galau terhadap masalah rakyat. Tapi kalau diumbar begitu, kayaknya lebih mirip selebritis deh. Atau emang seleb? Karena sudah bikin beberapa album. Plis deh... JANGAN RESEK DONG!
bersambung