Skip to main content

Menabung Rokok

Renungan singkat, agar kita bisa berkurban. Karena sebenarnya kita mampu koq....
 Oleh: Hendra Madjid


Sempat "tertampar" saat membaca sebuah artikel "Kurban Untuk Emak". Dalam artikel yang entah ditulis oleh siapa -karena di facebook terpampang begitu saja karena tidak mencantumkan sumbernya, tempat kejadianpun tidak diceritakan-, berkisah tentang seorang pedagang hewan kurban.

Di tengah-tengah asiknya berdagang, dia menyaksikan seorang yang nampak memang tidak mampu untuk membeli hewan kurban.
Terlihat dari pakaian lusuhnya. Namun tetap dihampiri untuk ditawarkan hewan kurban yang saat itu harganya Rp 700.000,-. Pedagang itu sempat memberi tawaran Rp 600.000,- namun pembeli tadi hanya punya uang Rp 500.000,-. Singkat cerita, pembelian hewan kurban terjadi dengan harga sebanyak uang yang dipunyai pembeli tadi. Setelah diantar ke rumah, pedagang hewan kurban tadi takjub dengan kondisi yang di hadapinya. Dia mengantar hewan kurban ke rumah yang hanya beralas tanah, tanpa kasur dan sedang berbaring seorang nenek tua.

Kurban itu dipersembahkan oleh anaknya agar memenuhi hajat si ibu tua tadi untuk bisa berkurban di masjid.

Sebagaimana pedagang hewan kurban tadi, sayapun merasa benar-benar "tertampar". Bahwa dalam kondisi kekurangan, ada saja orang yang rela mengamal sunnah dengan segala upaya. Membuat seolah, gadget-gadget yang selama ini menemani keseharianku seperti "layak jual" agar bisa mengikut jejak keluarga miskin tadi untuk berkurban.

Karena, jika membading harga kambing tersebut dengan gadget yang kita miliki, harga gadget kita masih punya terasa terlalu mahal untuk sekadar membeli seekor kambing.

***
Jauh sebelum saya membaca artikel tadi, saya sempat tersenyum nyinyir menyimak sebuah display picture salah satu kontak di bbm saya. Dia menggambarkan simulasi sederhana. Membanding jumlah pengeluaran rokok pertahun dengan harga seekor domba sembelihan.

Silakan simak gambar berikut:













Kalau di tempat saya, harga satu ekor kambing dengan usia yang cukup untuk berkurban, anda hanya perlu mengeluarkan Rp 1.800.000,- lengkap dengan upah sembelih dan potongnya. Artinya kalau dibeli dua ekor kambing saja, uang Rp 4.320.000,- masih surplus.

Bahkan dalam gambar lain, ada yang menjelaskan dengan meninggalkan mubah-nya merokok anda dapat melaksanakan salah satu sunnah.

***
Dua tahun lalu saat kami membawa beberapa sapi kurban dari beberapa donatur dari LPPU Arafah ke kampung saya, warga satu desa menjadi menyambut dengan gegap gempita. Betapa tidak, hampir 4 tahun sejak perusahaan-perusahaan kayu di sekitar sana tutup, nyaris tidak pernah ada lagi hajatan kurban setiap idul adha-nya. Saking gegap gembiranya, hampir-hampir saya dinobatkan untuk menjadi Pembakal (kepala desa) di sana. Aduh piyu... jarak tempat tinggalku dengan kampung halaman saat ini saja lebih dari 250 km? Bagaimana pula mereka mau melantik orang jauh jadi Pembakal?

Beberapa warga dari kampung sebelah yang ikut menyaksikan, bahkan memberi usul. Agar tahun berikutnya, kampung merekalah yang dapat "jatah" untuk hajatan kurban dari para donatur. Saya hanya bilang "Insya Allah".

Padahal, jika mau berhitung. Jumlah perokok di sana sudah lebih dari cukup untuk menyembelih 10 ekor sapi setiap tahunnya. Itu belum termasuk para saudagar dan pemilik tanah yang luasnya aujubillah. Pertanyaan sederhananya, kenapa mereka tidak lakukan? Entahlah. Saya tidak ingin terlalu ambil pusing memikirkan apa niat dan pikiran mereka.

Kalau boleh jujur, beberapa tahun terakhirpun sudah sangat jarang ada orang kampung kami yang pergi berangkat haji. Apakah karena tidak mampu? Mungkin saja. Namun, jika melihat gaya hidup dan kondisi perekonomian orang sana, rasa-rasanya mereka harus tertunduk kalah dengan orang-orang tua di kampung itu yang dulu nekad berangkat haji dengan menjual seluruh padi.

***

Boleh jadi sebuah langkah kecil bisa coba kita lakukan. Sebagaimana dulu di komplek tempat saya saat bujang tinggal. Di lingkungan komplek yang rata-rata orang mampu, setiap tahun selalu diadakan hajatan penyembelihan kurban. Bukan dari satu warga, tapi beberapa warga yang memang memiliki kesadaran dan dikoordinir ketua RT setempat.

Caranya sederhana, setiap bulan diadakan acara semacam kenduri dengan membaca Yaasin, Waqi'ah dan Tabaarak (Surat Yaasin, Surat Al Waqi'ah dan Surat Al Mulk) yang kemudian dilanjutkan dengan serangkaian doa lalu kumpulan uang. Satu orang yang berniat untuk Berkurban di tahun depan, menyetorkan uang Rp 100.000,- untuk dapat seekor kambing. Atau Rp 700.000,- untuk dapat berkurban seekor sapi. Total uang yang terkumpul selama setahun lalu dibelikan hewan kurban sesuai peruntukannnya. Jika kurang, maka pekurban harus menambah sejumlah uang. Sehingga cukup untuk membeli hewan kurban dan upah penyembelihannya.

Uniknya, saat hari H, selalu saja jumlah yang dibagikan begitu berlimpah hingga ke komplek-komplek lain. Bisa dibayangkan, satu Kepala Keluarga (KK) saja bisa dapat empat sampai lima bungkus. Ah, pestalah jadinya. Benar-benar, orang yang selama ini tidak pernah makan daging, bisa makan daging. Alhamdulillah...

Metode sederhana ini sebenarnya bisa diikuti oleh siapa saja. Termasuk para warga di kampung saya. Atau warga yang tinggal di komplek mana saja. Selain bisa berkurban, hubugan antar warga jadi kian dekat. Bukan lagi sekadar tahu atau sekadar kenal. Tapi benar-benar menyatu sebagai sebuah bagian dari masyarakat.

Jika belum mampu mengkoordinir masyarakat, bolehlah kita secara swadaya mulai menyisihkan. Kalau berat karena jadi terbebani dengan uang rokok yang sudah dianggarkan sebelumnya, hentikan saja merokoknya. Isitlahnya, menabung rokok. Coba saja. Rasanya akan lain. Karena di tahun depan, anda sudah bisa berkurban dan kondisi paru-paru anda akan terasa ringan dan sehat.

Anggaplah anda merokok pakai rokok 'murah'. Satu bungkus sehari.
Sebulan Rp 10.000 x 30 Hari = Rp 300.000,-
Setahun Rp 300.000 x 12 bulan = Rp 3.600.000,-
Harga 1 ekor kambing saat ini (plus upah sembelih dan potong) = Rp 1.800.000,-
Artinya, tahun depan kita akan bisa berkurban untuk dua nama. Misal, diri kita dan istri...

Ok, terasa ringan khan?

Jika tidak mampu berhenti merokok, cobalah jual salah satu gadget kesayangan anda. Insya Allah cukup. (hehe, saya juga jadi nengok gadget)



Percaya? Silakan dicoba. Jika berhasil, jangan lupa colek saya. Biar saya juga akan terus diingatkan. Karena sebenarnya, kita mampu koq untuk berkurban.

Comments

Popular posts from this blog

Gila?

Saat bertemu di halaman rawat inap Puskesmas Alabio, beliau ajak saya ngobrol. Katanya resiko hidup punya banyak kenalan, tiap hari jenguk orang yang sakit. Saat direspon, kayaknya agak roaming gimana gitu... Di sebagian sisi halaman parkir ada ibu-ibu salah satu tetangga ranjang kami memberi isyarat. Beliau menempelkan jari telunjuk di alis. Isyarat yang sudah lama tidak pernah saya lihat. Yang menggambarkan, bahkan orang yang dimaksud sedang "miring", urat syaraf otaknya putus, agak sinting atai setengah gila. Dan benar. Menurut cerita istri, beliau ini terkenal di kampung sebagai orang "gila" yang hebat mengaji. Terlihat dari sepeda motornya yang bersih mengkilat tidak menunjukkan tanda-tanda kegilaan. Setidaknya, saat mendengarkan suara beliau sebelum adzan subuh dikumandangkan. Benar! Beliau mengaji. Dan dalam beberapa kesempatan juga adzan. "Ashsholaatu Khayrum min annawm..." Suara cemprengnya menyeru kami untuk segera bangun dan menuju masji...

TDA Camp Loksado yang Menyisakan Penyesalan

Arsip TDA Camp - Loksado Sesal kemudian memang tiada guna, tapi mau bagaimana lagi. Jika memang sudah itu yang terjadi, semoga bisa jadi pelajaran di kemudian hari. Hal ini pulalah yang masih saya ingat pada moment menjelang akhir tahun lalu di acara TDA Camp. Acara yang memang sudah diagendakan sejak lama itu mengambil tempat di Loksado, Hulu Sungai Selatan - Kalimantan Selatan. Sejak awal keberangkatan pada hari itu sudah berisi penyesalan. Beberapa anggota TDA Banjarmasin yang tidak bisa ikut acara merasa menyesal karena tidak ikut. Pelajaran moral 1: Kalau ada acara piknik, kumpul-kumpul dalam komunitas, upayakan untuk ikuti. Kalau tidak, buat apa gabung komunitas? Trivia: Wisata alam loksado terletak di Desa Loklahung. Dan masih jadi misteri, apa sebenarnya makna dari Loklahung ini. Karena kalau meninjau dari kosakata, Lok Bermakna Teluk. Sedangkah Lahung bisa bermakna buah Layung (sejenis durian), atau bisa juga bermakna pelacur. Berangkat pada 25 Desember di ...

Mourinho Jadi Manajer MU, Welcome Jose.

Tidak tahu saya, apakah harus bergembira hati atau bersedih saat Manajemen Manchester United hari ini resmi menunjuk Jose Mourinho sebagai manajer baru. Bersedih karena bukan Giggs yang jadi Manajer? Tidak suka dengan dia? Absurd. Toh CV Mourinho sebagai pelatih kelas dunia yang menjuarai Liga Champions bersama Porto dan Inter MIlan tidak jelas-jelas harus membuat saya merasa bahagia. Sebagaimana fans-fans MU lainnya yang kadung rindu sejak pertengahan musim lalu.  Ada taggar #welcomeJose yang sekarang sudah beredar yang menandakan secara resmi, Mou jadi Manajer MU. Baca juga:  Mou untuk MU? Soal MU, Goal dan sistem dalam perusahaan Bukankah publik Old Trafford sangat haus akan prestasi. Meski dahaganya sudah terobati dengan hadirnya piala FA yang kembali dijunjung tinggi setelah terakhir pada 2004. Diyakini, bahwa kehadiran pria kebangsaan Portugal itu akan membuat MU kembali ke jalur yang benar. Insyaf menghuni 2 besar yang dalam 3 tahun terakhir tidak te...