Hampir saja lupa, bahwa tanggal 29 Juni tadi ane tepat berusia dua puluh sembilan tahun. Ah... sudah tua ternyata. Bahkan kalau dihitung berdasar kalender Hijriyah, pas 22 Syawwal tahun ini total usia ane berjumlah tigapuluh.
Berada di usia ini mengingatkan kita pada berita infotainment yang heboh soal 29 My Age. Tidak perlu ditautkan di sinilah. Sebagian kalian pasti sudah tahu. Kalau belum, tinggal cari di youtube tuh.
Kalau ditarik mundur, 29 tahun lalu kejadian-kejadian tersebut kadang membuat tertawa. Bahkan aku, ingin memberi yang lebih baik lagi bagi diri dan lingkungan sekitar. Agar kalau mati nanti -ya semua orang pasti mati- catatan tentang diri kita bukan sekadar tiga baris rapi yang ada di setiap kuburan. Nama -lengkap dengan nama orang tua-, tanggal lahir dan tanggal mati.
Shalat Tarawih Cepat
Ada kejadian yang baru-baru ini Heboh. Karena masih bulan Ramadhan, media menemukan ternyata ada shalat tarawih di blitar yang kecepatannya subhanallah. Dalam 7 menit 23 raka'at tarawih dan witir kholash. Selesai. Ini nih potongan videoya:
Dan Jujur saja. Dulu saat masih berusia sekira 10 tahun sampai sekitar usia SMA, aku ikut shalat Tarawih yang sejenis ini. Meskipun, rekornya tidak secepat ini. Lima belas sampai delapan belas menit mungkin masih terkategori cepat untuk shalat tarawih dengan jumlah rakaat 20+3. Karena sehabis salam biasanya jamaah saling bersahutan melantunkan shalawat dan syair.
Uniknya. Aku, Ubin, Arun, Suri dan Anang adalah segerombolan anak muda yang seolah berlomba melatunkan shalawat tersebut. Baru usai Imam salam, salah satu di antara kami dengan segera bersuara "fadhlan minallahi wa ni'mah...". Berkali-kali selalu mereka yang menang, tapi bagianku memang sudah ada. Biasa di usai rakaat ke-4, ke-8, 12, 16 dan 20 aku beraksi. "Albadruu Muhammad..." atau "Al khaliffatul awwalul amiirul mukminin Abi bakr ashshiddiq Radhiallahu'anhu..". Sekarang saat pulang ke kampung, hampir sulit sekali menemukan pemandangan seperti ini di Langgar kami. Geng kami telah pergi, dan mungkin beberapa masyarakatlah yang masih melestari budaya ini.
Shalat di langgar kami memang begitu. Secara tidak langsung mengajarkan soal Nabi Muhammad, para khalifah dan doa-doa yang mungkin tidak kami dapati di bangku sekolah. Mengajarkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Kami tidak mendahulukan orang lain, tapi mendahulukan diri kami agar kamilah yang melakukannya. Bukankah makruh kalau medahulukan orang lain dalam perkara ibadah?
Dan enaknya. Hampir setelah berbuka, kami semua menuju langgar. Selain bersiap untuk shalat Tarawih -harusnya shalat Isya yang diutamakan kan?- kami main dulu. Main kejar-kejaran, main petasan, bincang-bincang mahalabiu dan lain-lain. Sampai Isya, sedikit sekali di antara anak-anak kampung yang datang ke langgar untuk main. Tapi, semua dijalani dengan ceria.
Setiap tahun, Langgar AtTaqwa menggelar ibadah tarawih dan witir disambung dengan Tadarrus AlQuran. Biasa di akhir Ramadhan, sebelum hari raya jamaah di kampung diundang untuk selamatan Batamat Quran. Iya tamatan Quran itulah yang menandai segera berakhirnya Ramadhan dan membuat kami sedih. Bulan penuh keceriaan ini akan segera berakhir.
Jam dua pagi, kami pergi kembali ke langgar untuk ikut kai (kakek aku) bagarakan sahur. Pasang mikrofon ke Speaker dan bilang "Sahuuuur.... Sahuuur... Sahuuur... Sahuuur... yang di darat, yang di laut... Sahuuur..." Begitu sampai jam tiga. Usai makan, tidur. Ah... enak sekali. Bahkan karena kejahilanku soal agama, shalat subuh-pun tidak peduli. Yang penting besok puasa. Hohoho
Sahur di Radio
Rentang 2005 hingga 2010 adalah tahun-tahun di mana aku merasa sebagai artis. Punya pendengar setia, walau tidak bisa dikatakan sebagai penggemar atau fans dalam bahasa pop-nya. Karena kami menyebut para pendengar sebagai "Sahabat". Sahabat Massa tahu betul, bahwa frekwensi 90.90 Fm adalah saluran yang dapat mereka buka menemani sahur. Dan di sahur itu, kami sempat bikin program dimana Salim Rahman -nama udaraku waktu itu- bercas-cis-cus sebagai penyiarnya.
Nah Ramadhan di dua tahun terakhir sebagai penyiar itu begitu berkesan. Selain program ngabuburit di sore hari sebelum buka, program sahur itulah yang merubah sebagian besar jadwal Ramadhanku. Pergi di pagi buta, saat banyak orang masih terlelap. Sampai ruang siar, dingin dari luar bertambah dingin dengan dihidupkannya AC. "Ah... pagi-pagi begini haruskah tetap pakai pendingin?". Namun, ketika Headset sudah dipasang, bar volume mikrofon dinaikkan, saat itulah dinginnya waktu sahur berubah menjadi hangat.
Penuh semangat ruangan bertambah hangat saat ada telpon atau sms kata mutira dari Sahabat Massa. Tak lupa, di akhir acara membagi-bagikan hadiah. Yang sampai saat ini, masih saja ada di antara para pemenang sungkan mengambil hadiahya ke studio.
Inikah namanya NOSTALGIA Ramadhan?
Berada di usia ini mengingatkan kita pada berita infotainment yang heboh soal 29 My Age. Tidak perlu ditautkan di sinilah. Sebagian kalian pasti sudah tahu. Kalau belum, tinggal cari di youtube tuh.
***
Dalam proses perjalanan hidup, terdapat banyak sekali momen yang silih berganti. Momen bahagia, sedih, gegap gempita, tragis semua menyatu seperti pelangi. Menjalin indah warnanya menghiasi angkasa. Apalah jadinya hidup kita jika hanya satu warna?Kalau ditarik mundur, 29 tahun lalu kejadian-kejadian tersebut kadang membuat tertawa. Bahkan aku, ingin memberi yang lebih baik lagi bagi diri dan lingkungan sekitar. Agar kalau mati nanti -ya semua orang pasti mati- catatan tentang diri kita bukan sekadar tiga baris rapi yang ada di setiap kuburan. Nama -lengkap dengan nama orang tua-, tanggal lahir dan tanggal mati.
Shalat Tarawih Cepat
Ada kejadian yang baru-baru ini Heboh. Karena masih bulan Ramadhan, media menemukan ternyata ada shalat tarawih di blitar yang kecepatannya subhanallah. Dalam 7 menit 23 raka'at tarawih dan witir kholash. Selesai. Ini nih potongan videoya:
Uniknya. Aku, Ubin, Arun, Suri dan Anang adalah segerombolan anak muda yang seolah berlomba melatunkan shalawat tersebut. Baru usai Imam salam, salah satu di antara kami dengan segera bersuara "fadhlan minallahi wa ni'mah...". Berkali-kali selalu mereka yang menang, tapi bagianku memang sudah ada. Biasa di usai rakaat ke-4, ke-8, 12, 16 dan 20 aku beraksi. "Albadruu Muhammad..." atau "Al khaliffatul awwalul amiirul mukminin Abi bakr ashshiddiq Radhiallahu'anhu..". Sekarang saat pulang ke kampung, hampir sulit sekali menemukan pemandangan seperti ini di Langgar kami. Geng kami telah pergi, dan mungkin beberapa masyarakatlah yang masih melestari budaya ini.
Shalat di langgar kami memang begitu. Secara tidak langsung mengajarkan soal Nabi Muhammad, para khalifah dan doa-doa yang mungkin tidak kami dapati di bangku sekolah. Mengajarkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Kami tidak mendahulukan orang lain, tapi mendahulukan diri kami agar kamilah yang melakukannya. Bukankah makruh kalau medahulukan orang lain dalam perkara ibadah?
Dan enaknya. Hampir setelah berbuka, kami semua menuju langgar. Selain bersiap untuk shalat Tarawih -harusnya shalat Isya yang diutamakan kan?- kami main dulu. Main kejar-kejaran, main petasan, bincang-bincang mahalabiu dan lain-lain. Sampai Isya, sedikit sekali di antara anak-anak kampung yang datang ke langgar untuk main. Tapi, semua dijalani dengan ceria.
Setiap tahun, Langgar AtTaqwa menggelar ibadah tarawih dan witir disambung dengan Tadarrus AlQuran. Biasa di akhir Ramadhan, sebelum hari raya jamaah di kampung diundang untuk selamatan Batamat Quran. Iya tamatan Quran itulah yang menandai segera berakhirnya Ramadhan dan membuat kami sedih. Bulan penuh keceriaan ini akan segera berakhir.
Jam dua pagi, kami pergi kembali ke langgar untuk ikut kai (kakek aku) bagarakan sahur. Pasang mikrofon ke Speaker dan bilang "Sahuuuur.... Sahuuur... Sahuuur... Sahuuur... yang di darat, yang di laut... Sahuuur..." Begitu sampai jam tiga. Usai makan, tidur. Ah... enak sekali. Bahkan karena kejahilanku soal agama, shalat subuh-pun tidak peduli. Yang penting besok puasa. Hohoho
Sahur di Radio
Rentang 2005 hingga 2010 adalah tahun-tahun di mana aku merasa sebagai artis. Punya pendengar setia, walau tidak bisa dikatakan sebagai penggemar atau fans dalam bahasa pop-nya. Karena kami menyebut para pendengar sebagai "Sahabat". Sahabat Massa tahu betul, bahwa frekwensi 90.90 Fm adalah saluran yang dapat mereka buka menemani sahur. Dan di sahur itu, kami sempat bikin program dimana Salim Rahman -nama udaraku waktu itu- bercas-cis-cus sebagai penyiarnya.
Nah Ramadhan di dua tahun terakhir sebagai penyiar itu begitu berkesan. Selain program ngabuburit di sore hari sebelum buka, program sahur itulah yang merubah sebagian besar jadwal Ramadhanku. Pergi di pagi buta, saat banyak orang masih terlelap. Sampai ruang siar, dingin dari luar bertambah dingin dengan dihidupkannya AC. "Ah... pagi-pagi begini haruskah tetap pakai pendingin?". Namun, ketika Headset sudah dipasang, bar volume mikrofon dinaikkan, saat itulah dinginnya waktu sahur berubah menjadi hangat.
Penuh semangat ruangan bertambah hangat saat ada telpon atau sms kata mutira dari Sahabat Massa. Tak lupa, di akhir acara membagi-bagikan hadiah. Yang sampai saat ini, masih saja ada di antara para pemenang sungkan mengambil hadiahya ke studio.
***
Inikah namanya NOSTALGIA Ramadhan?
***
Kalau mengingat-ingat lagi. Mungkin lembar demi lembar blog ini akan membuat kalian semua bosan. Nostalgia ini adalah tentang diriku dan masa lalu. Mungkin jika ada pelajaran, di lain waktu akan dibagi lagi.
Mantap....
ReplyDeleteKalau ulun kada tapi ingat lagi yg dahulu.
hehehe... kalau memori yang menancap kuat di otak, insya Allah bisa dipanggil lagi untuk kita mengingatnnya. Syaratnya sederhana, kejadian/ peristiwa itu memiliki kesan mendalam
DeleteInggih... :)
Delete