![]() |
Claudio Ranieri |
Dia dijuluki "The Thinkerman", kalau terjemah bebasnya: Tukang Utak-atik. Julukan yang sebenarnya terkesan negatif.
Pertama kali kami tahu namanya, saat pria Italia ini melatih Chelsea. Padahal portofolionya sebagai manager sekaligus pelatih klub sepakbola cukup lumayan, meski tidak bisa dikatakan wah. Dan tahun ini sepertinya akan jadi perbincangan. Hangat, kalau saja Leicester City juara di akhir musim Premier League.
Bagi yang tidak mengikuti berita sepakbola, mungkin tidak terlalu tahu soal Ranieri dan Leichester. Dibandingkan tahu Apa itu Manchester United, Liverpool, Manchester City, Barcelona, Real Madrid, Bayer Muenchen yang diketahui bahkan tanpa harus hobi bola.
Tahun lalu The Fox nyaris terdegradasi (turun kasta) ke divisi Championship. Namun musim ini belum berakhir The Fox jauh mengungguli Arsenal dan Tottenham di atas tabel klasemen. Ibarat bahasa motivasi, Ranieri dan Leichester musim ini adalah pejuang " From Zero to Hero". Pun akhirnya melambungkan Riyad Mahrez dan Jimmie Vardy sebagai dua tokoh penggedor top skorer liga inggris. Para pundit menilai sederhana. Mereka (leichester) memainkan sebuah pola yang sudah ditinggalkan klub-klub inggris 4-4-2.
Padahal, saat ini sedang populer dipakai skema 4-2-3-1 dengan fokus pada penguasaan bola. Tapi, Ranieri dan Leichester kembali membuka mata publik, jika ingin menang kau tidak perlu terlalu lama menguasai bola. Jika ada kesempatan, lakukan serangan balik dan lakukanlah percobaan tembakan ke arah gawang seserin mungkin. Hasilnya? MU yg rataan penguasaan bola di atas 55% saja hanya bertahan di peringkat 5 dengan jumlah gol yang irit. Sementara the Fox baru dua kali kalah sampai pekan ini.
--++--
Ilustrasi di atas mungkin terlalu panjang bagi pebisnis kuliner dan pecinta makanan. Tapi, menurut kami hal ini bisa jadi gambaran sederhana bahwa: tidak ada yan tidak mungkin.
Boleh jadi, saat membangun usaha kita diremehkan oleh orang lain. Bahkan cara-cara bisnis kita ditertawakan oleh kolega karena terlalu konservatif dan kuno. Atau bahkan kita dianggap hanua sebagai penggembira saja karena tidak punya modal dan nama besar untuk menjadi raja dalam bisnis yang kita bangun
.
Tapi lihatlah beberapa nama besar, brand besar yang produknya bahkan sering kita konsumsi. Mereka mengalami masa-masa yang sama dengan pebisnis pemula yang bermimpi terlampau besar. Berapa kali koloner Sanders ditolak karena ayam goreng tepungnya tidak diterima pebisnis kuliner saat itu?
Bisnis itu perlu proses yang tidak simsalabim jadi besar begitu saja. Bisa saja kita jadi Ranieri dengan mengutak-atik beragam strategi agar penjualan kita meningkat. Mencoba ramuan-ramuan lama yang mungkin sudah ditinggalkan dan antimainstreem. Bahkan kita tidak perlu segan untuk turun tangan karena belum mampu menggaji orang.
Memulai bisnis tapi sudah berlaga "bisnis jalan tapi pebisnisnya bisa jalan-jalan" mungkin menjadi sangat absurd. Dan kita bisa melihat di sekeliling kita, mereka yang mentalitasnya rapuh sedari awal (termasuk dulu admin yang menulis ini) bisnisnya gampang hancur.
Nah, pilihan ada di tangan kita. Apakah siap menjalani proses bisnis ataukah lama-lama kita menyerah dan kembali ke habitat kita sebagai karyawan.
Ini adalah tulisan saya di fp @carimakan.id
saya emang salut dengan Leicester, team kejutan buat EPL
ReplyDeleteSemoga saja gak jadi kejutan sesaat kayak Blackburn Rovers dulu di tahun 90-an
Delete