![]() |
Krisis Listrik Kalsel |
Kabarnya memang, jatah energi listrik untuk area Kalsel sendiri hanya 3% dari total kemampuan PLN untuk memberi supply ke seluruh Indonesia. Kalau keliru, tolong diluruskan. Jika memang jatah salah satu lumbung energi ini hanya 3 persen kita patut iri dengan Jawa Timur. Karena Jawa Timur kabarnya mengalami surplus sampai 2.000 MW (sumber: finance.detik.com).
![]() |
Salah satu Gerai Alfamart |
![]() |
Capture Google Maps Alfmart |
![]() |
capture Google Maps: Indomaret |
Dengan asumsi satu gerai membutuhkan daya 25 ribu watt, berarti 150 gerai setidaknya perlu 3.750.000 watt. Gila? Iya. Asumsi angka ini adalah asumsi GILA. Karena kita tidak tahu pasti berapa jumah persis pemakaian listrik bulanan ritel-ritel di atas. Ini belum termasuk dengan mulai bertambahnya supermarket dan mall di daerah ini. Kabar baik kah?
![]() |
ada yang tahu ini daya berapa watt? |
Kalau melihat konsumsinya yang luar biasa besar, kita tentu heran kenapa sampai terbit izin keberadaan frenchise ritel ini di Kalimantan selatan. Apakah karena memang potensi pemasukan dari listrik yang memang besar (kalikan saja 6 juta dengan 150 ritel. 900 juta/ bulan cuy) dan potensi pajak yang membuat PAD meningkat. Ataukah memang karena sudah masanya ritel seperti ini menjamur di daerah kita? Karena kalau melihat trend ritel ini di pulau jawa yang sudah mati jamurnya.
Jika membandingkan dengan konsumsi terhadap pertumbuhan perumahan di Kalimantan Selatan, mungkin kita akan bisa menilai. Sebenarnya apakah pasokan listrik di sini sudah sesuai peruntukannya atau malah salah sasaran. Data yang kami dapatkan Apresi menunjukkan, bahwa dari target 120.000 perumahan MBR dan Komersial, tercatat pencapaian kurang dari 1%. Untuk Kalsel sendiri, dalam 2013 ditargetkan minimal terbangun 4.500 sampai 5.000 rumah (sumber, lipsus kompas). Apabila pencapaian secara nasional kurang dari 1%, berarti jumlah pertambahan rumah (baik komersil maupun bersubsidi) itu kurang dari 50 unit rumah selama satu tahun. Dalam dua tahun? Jumlahnya hanya mencapai 100 Unit.
Mungkin asumsi ini bisa salah, jadi tolong dikoreksi. Kita tidak melibatkan faktor ekonomi yang cenderung lesu dan menurunkan daya beli masyarakat, maka jumlahnya akan semakin kecil lagi. Anggaplah para pengembang mampu membangun dan menjual 1.000 unit dalam dua tahun (atau 10% dari target), maka ada seribu pasang baru sambungan listrik. Atau 1.000 dikali (minimal) 900 watt. Totalnya hanya 900 ribu. Tidak sampai satu juta, jika dibandingkan dengan penggunaan listrik oleh ritel yang mencapai 300%nya.
Ini belum termasuk, banyak rumah yang sepi tiada penghuni. Dibeli tapi tidak ditempati.
Pemikiran bodoh saya hanya akan mengatakan, bagaimana mungkin penggunaan listrik aktif dalam dua tahun terakhir ini (asumsinya) hanya dikuasai oleh sektor pedagangan? Bukankah yang memerlukan listrik itu adalah rakyat kebanyakan?
Kesampingkan dulu hilangnya gerah saat masuk ke salah satu ritel yang full ac itu. Sejuk di situ sangat tidak sebanding dengan tapaluh li-ir-nya kita di malam hari saat listrik mati.
![]() |
Ilustrasi: Salah satu Gerai Alfmart |
Memang sih, anggota DPR Komisi III Thamrin Haji Ibram meminta agar kebutuhan energi berupa listrik kalsel tidak boleh dianaktirikan dibanding daerah lain. Lalu General Manager PLN KalselTeng Purnomo berjanji akan melakukan perbaikan hingga kebutuhan dan penyaluran listrik di daerah 'kekuasaannya' akan aman pada tahun 2019. Tapi, 3 tahun dari sekarang itu waktu yang lama. Apakah ada jaminan dalam perbaikan itu konsumsi energi dari pihak swasta tidak akan membebani konsumsi masyarakat yang memang sangat membutuhkan listrik untuk kehidupan sehari-hari?
Menyalahkan keberadaan ritel-ritel itu mungkin bukan perkara yang tepat untuk didiskusikan. Tapi, setidaknya sebagai bahan pertimbangan hal ini bisa dikaji ulang. Selain memang keberadaan ritel-ritel frenchise ini lambat laun bisa mematikan toko-toko kelontongan yang menjual barang secara tradisional.
Kita harus melihat permasalahan ini secara kompleks, untuk tahu. Sebenarnya apa sih yang jadi biang keladi krisis listrik di tempat kita? Apakah karena memang kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada daerah? Atau karena peralatan (pembangkit) yang dimiliki PLN wilayah ini sudah uzur? Atau karena pemakaian masyarakat yang berlebihan? Ataukah karena menjamurnya gerai ritel bermerk nasional itu?
Kita tidak pula serta-merta begitu saja menyalahkan perusahaan waralaba ritel itu. Karena memang secara tidak langsung keberadaannya yang banyak jumlahnya berkontribusi kepada pembangunan di daerah ini dengan penghasilan pajaknya. Namun, jika ketersediaan pasokan listrik terbatas, alangkah elok kiranya meninjau kembali kebijakan yang terkait dengan keberadaan bisnis ini.
Entahlah. Celotehan ini mungkin hanya akan dibaca oleh segelintir orang. Satu hal yang pasti, pada tanggal 13 April nanti akan ada aksi bersama di Lapangan Murjani untuk merespon semua ini. Mungkin saya akan ikut berpartisipasi menyuarakan isi hati dan uneg-uneg yang selama ini hanya berseliweran melalui diskusi dengan kopi, pembicaraan di media sosial ataupun perbincangan melalui blog.
Kita tidak pula serta-merta begitu saja menyalahkan perusahaan waralaba ritel itu. Karena memang secara tidak langsung keberadaannya yang banyak jumlahnya berkontribusi kepada pembangunan di daerah ini dengan penghasilan pajaknya. Namun, jika ketersediaan pasokan listrik terbatas, alangkah elok kiranya meninjau kembali kebijakan yang terkait dengan keberadaan bisnis ini.
Entahlah. Celotehan ini mungkin hanya akan dibaca oleh segelintir orang. Satu hal yang pasti, pada tanggal 13 April nanti akan ada aksi bersama di Lapangan Murjani untuk merespon semua ini. Mungkin saya akan ikut berpartisipasi menyuarakan isi hati dan uneg-uneg yang selama ini hanya berseliweran melalui diskusi dengan kopi, pembicaraan di media sosial ataupun perbincangan melalui blog.
Kita lihat saja nanti.
NB:
Post ini bukan dalam rangka menjelekkan atau pembunuhan karakter terhadap perusahaan ritel tertentu (dalam hal ini saya menyebut alfamart dan indomaret). Tentu saja, ada banyak perusahaan ritel di Kalimantan Selatan yang juga memakan banyak daya listrik untuk wilayah KalselTeng. Kita tidak boleh lupa bahwa pertumbuhan ritel-ritel frenchise bak jamur di musim penghujan. Bertambah terus. Walau dalam hal ini, mereka dikenakan tarif bisnis (sehingga pada jam-jam tertentu) mengubah sumber aliran listriknya dengan Genset milik perusahaan itu.
Berita terbaru:
Saya menemukan sebuah update terbaru sekitar satu jam lalu dari Fanspage PLN Kalselteng. Sialan diperiksa di sini: PLN KALSELTENG
Saya menemukan sebuah update terbaru sekitar satu jam lalu dari Fanspage PLN Kalselteng. Sialan diperiksa di sini: PLN KALSELTENG
Tambahan 30 MW Masuk Sistem KalseltengTambahan pasokan daya listrik sebesar 30 MW hari ini telah berhasil masuk ke Sistem Kelistrikan Kalselteng pada pukul 15.55 Wita. Tambahan daya tersebut berasal dari relokasi mesin PLTD yang didatangkan dari Bali sebagai bagian dari upaya interim yang dilakukan oleh PLN Kalselteng untuk mengurangi defisit daya listrik di wilayah Kalselteng.Beberapa hari sebelumnya, kapal Adinda Diza (LCT) yang mengangkut puluhan kontainer mesin PLTD dari Bali telah tiba di Pelabuhan Trisakti, Kamis (10/3). Setelah melalui proses mobilisasi, pemasangan dan instalasi selama kurang lebih 2 minggu, akhirnya saat ini mesin tersebut berhasil memasok tambahan daya sebesar 30 MW bagi Sistem Kelistrikan Kalselteng.Total 24 mesin dan 2 mesin cadangan diletakkan di PLTD Trisakti, Komplek Sektor Pembangkitan Barito. Proses sinkron ke Sistem Kelistrikan Kalselteng sendiri dilakukan dalam 2 tahap. Pada Senin (21/3) 10 MW tahap pertama telah masuk ke Sistem Kelistrikan Kalselteng, kemudian pada hari ini disusul oleh 20 MW, sehingga total tambahan daya listrik yang masuk adalah 30 MW.Tambahan pasokan listrik ini bertujuan untuk mengurangi defisit daya listrik, sehingga dengan menurunnya defisit diharapkan dapat meminimalisir pemadaman bergilir yang saat ini terjadi.
Comments
Post a Comment