Sekira empat hari yang lalu, saya sempat berdiskusi dengan Irfan (pemilik Rumah Bungas) soal efektifitas dalam beriklan di media sosial. Banyak sisi dari lini masa yang sedang berkembang saat ini yang bisa dipergunakan untuk "meraup" untung. Bahkan tidak sedikit yang membeberkan "how to", cara-cara rahasia (yang sebenarnya tidak rahasia lagi) untuk meraih rupiah dari media sosial. Diskusi itu memang berhubungan dengan rencana kampanye kami terkait bisnis baru kami (carimakan.id) yang akan segera launching.
Secara terbuka, dia menyampaikan. Bahwa dia gerah dan cenderung tidak menghiraukan Broadcast Message (BC - pesan siaran, peny) yang hilir mudik memenuhi notifikasi. "Jujur aja Hen, kalau lagi buka BBM. Ada pesan dengan logo TOA (megaphone maksudnya) pasti tidak akan dibaca."
Alamat pasti dihapus. Dia sedikit jengah dengan perlakuan sejumlah seller yang hanya modal HARD SELLING dalam mempromosikan iklannya. Ada yang lebih canggih, menggunakan jurus-jurus copywriting. Tapi tetap saja, akan dihapus.
Alamat pasti dihapus. Dia sedikit jengah dengan perlakuan sejumlah seller yang hanya modal HARD SELLING dalam mempromosikan iklannya. Ada yang lebih canggih, menggunakan jurus-jurus copywriting. Tapi tetap saja, akan dihapus.
Saya sendiri. Secara pribadi merasakan pengalaman yang sama. Bedanya, beberapa broadcast memang saya baca karena terlihat menarik. Dan tentu saja disebabkan adanya inspirasi dari beberapa teman yang memang secara rutin berbagi. But, overall. i agree with him.
Fakta ini juga ternyata tidak hanya terjadi di BBM (Blackberry messanger). Tapi juga beragam lini masa lain yang sampai detik ini semakin gandrung digunakan sebagai media promosi. Termasuk telegram, instagram, whatsapp, facebook grup dan aplikasi serupa. Kontennya sebagian besar memuat HARD SELLING. Sebuah cara berjualan yang to the point.
Memang tidak ada yang salah dengan metode itu. Namun, jika berkaca pada marketing 3.0. Rasa-rasanya paradigma marketing para penjual harus dirubah. Yakni, bukan lagi memperlakukan manusia sebagai objek jualan. Melainkan menempatkan manusia sebagaimana manusia seutuhnya. Sebagai makhluk sosial yang juga perlu solusi atas setiap masalahnya.
Saya sendiri dulu juga begitu. Namun, belakangan saya menyadari. Bahwa cara dagang seperti ini sudah tidak lagi efektif dan sesuai dengan kondisi kekinian. betapa tidak, pernahkah anda temui. Ada orang yang puluhan bahkan ratusan kali mengirimkan broadcast anda sapa? Walau sekadar berkenalan. Sebagian besar memiih masa bodo kemudian delkon saja akun itu. Sebagian seperti saya, memilih untuk membuka meja untuk sekadar bertanya dan memberi emoticon berupa senyuman.
Tapi apa dinyana. Ada saja manusia yang "dimanusiakan" malah tidak membalas bahkan ada sebagian yang membalas dengan broadcast lagi. Waduh! Dagangan mungkin laku. Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk bisa mendapatkan pelanggan. Padahal, pelanggan inilah yang kemudian melakukan repeat order dan memberikan word of mouthnya. Sehingga produk kita bisa menjadi viral dan menjadikan pemilik usaha sebagai milyarder.
Saya dahulu akhirnya "bertaubat" dari memenuhi feed/ wall kawan facebook saya dengan bahan jualan saya. Karena dia marah, meski tidak langsung, karena posting dan komentar jualan saya yang terus ada notifikasinya. Pasti tahu lah jadinya seperti apa. Saya di unfriend sama dia. Walau syukurnya, saat itu jualan tanah kavling saya lumayan banyak volumenya. Hahahaha
Sebenarnya manusia itu sederhana. Mereka tidak ingin dijuali (lihat saja waktu ada sales datang, baik di mall atau di pameran, pasti kita menghindar), tidak suka pula dijejali dengan beragam promosi. Manusia itu perlu didengarkan. Perlu didalami apa masalah dan kebutuhannya. Bukan malah ditawari barang yang secara pokok memang tidak dibutuhkan.
Berapa sering kita mendapat telepon dari marketing (sales) asuransi, trading, investasi ini itu, promosi layanan telepon yang berbicara seperti tidak ada putusnya. Seolah mulutnya tak hilang busa untuk broadcast dagangannya. Saya tidak ingin menejekkan profesi sales, karena saya juga sales. Namun, alangkah lebih indah hidup ini jika sales tidak sekadar menjual produk. Tapi menjual solusi atas permasalahan yang sedang kita hadapi.
Karena 9 dari sepuluh dari pintu rezeki itu datangnya dari perniagaan, maka sudah selayaknyalah kita mencoba memperbaharui cara-cara dalam berjualan. Ups! Bukan cara- berjualan (mencari pembeli) saja dink... Tapi cara mencari PELANGGAN.
Setuju?
Mas hend...10 ointu rezekix apa aja
ReplyDeleteMaksudnya pintu ke sepuluh kah? Selain perniagaan itu Bro @ramdi
Delete