Hujan mengalir deras di Banjarbaru siang ini. Kantor sepi, hanya ada beberapa bunyi yang sebenarnya familiar bergema di malam hari. Yap! Karena pekerjaan sedang tidak ada, beberapa rekan memutuskan untuk take a nap. Saya sendiri usai menjawab beberapa chat calon pembeli, akhirnya memutuskan untuk membuat sebuah tulisan.
![]() |
Berjalan dalam hujan. Sumber: Random-Internasional |
Kayak bebas banget ya di kantor?
Gak koq. Mungkin kantor kami menganut sistem kerja: asal pekerjaan sudah beres, silakan lakukan hal lain sesukamu. Target ada, tapi tidak membatasi waktu. Karena pernah saya mengerjakan kerjaan kantor hingga dini hari sementara pagi, siang dan sore tidak ada pekerjaan sama sekali.
Kabar bagusnya, saat hujan begini biasanya listrik padam atau internet gangguan. Tapi sekarang semua lancar jaya. Jadilah tulisan ini mengalir titik demi titik menemani rintik hujan saling bertaut berganti bunyi. Bingung seperti apa bunyinya? Bayangkanlah sendiri. Tidak bisa membayangkan? Derita Loh! Hahaha.
Tadi malam sebenarnya ingin menuliskan soal Tabligh Akbar yang berlangsung di masjid Agung Al Munawwarah Banjarbaru. Ada Ustadz Yusuf Mansur (UYM) dan Ary Ginanjar Agustian. Tapi seperti yang kalian semua lihat, posting terakhir sebelum ini malah resep. Maklum tadi malam lebih banyak kurang konsennya. Meski di luar masjid hujan lebat juga seperti siang ini. Tidak konsen karena di kiri-kanan, depan-belakang pada sibuk memainkan handphone untuk foto. Saya sempat terpikir, ini mau foto-foto apa nyari ilmu.
Belum lagi saya persis di belakang pak RT Green Tasbih yang lebar dan tinggi badannya jauh menutupi saya. Atau sound systemnya yang tidak fokus karena bergema dan memantul kemana-mana. Khususnya saat Ary Ginanjar menyampaikan materi. Beliau jauh sekali mulut dan mikrofon. Padahal, kalau pakai teknik UYM yang paham dengan sensitifitas mikrofon suara akan terdengar lebih jelas. UYM sendiri lebih banyak bercerita. Saya ingin mencatat, tapi saat itu batre habis. So? Tidak ada bahan buat di share ke sini.
Arghhhh! Alesan!
Hehe. Padahal alesannya tebal sekali. Saya Rindu dengan Ira. Kapan ya kita main hujan-hujanan?
Dalam kondisi serba mencari pembenaran seperti ini, saya galau. Bingung menulis apa. Apa ya istilahnya? Apakah ini yang disebut ber-apologi? Entahlah. Sepertinya saya malas untuk mencari definisinya.
![]() |
Bernyanyi dalam Hujan. Sumber: Telegraph |
Adzan Ashar bergema dengan parau dari Mushalla kantor. Feri sudah memanggil untuk shalat berjamaah. Namun hujan belum beranjak pergi. Tidak deras, tapi nanar. Biasa namun intensitasnya lama. Bukan gerimis.
Decitan ban mobil deru dengan air yang tergenang. Saya yakin di depan sana, di depan Lapangan Brimob dekat daerah sidodadi sedang banjir. Hujan yang begini ini yang sebenarnnya dahsyat. Turun perlahan tapi lama. Saya belum lupa, malam tadi ada mobil mini yang melaju kencang. Tidak peduli genangan air dilindasnya membasahi pengendara motor yang memang sudah basah terkena hujan. Termasuk saya. Saya tidak marah. Buktinya baju yang dipakai dan basah tadi malam masih menempel hingga sore ini.
Hebatkah kalian jika sedari malam berganti pagi berlalu siang sampai sore menjelang petang belum mandi? Jika merasa begitu, maka sebutlah saya hebat. Hahaha...
Hujan belum berhenti. Sementara saya terus menulis dan tidak tahu ini akan berakhir menjadi apa. Termasuk saya masih bingung akan diberi judul apa. Apologi? Ah tidak ada hubungannya. Mau beri judul Enigma? Sesuatu yang sulit dipecahkan? Tidak juga. Saya tidak perlu berpikir dan bertindak seperti Allan Turing untuk membuat sebuah judul. Meskipun, kadang saya memberi judul yang sangat tidak relevan dan terkesan mengada-ada. Apa sebaiknya ditulis saja "Tidak Ada Judul"?
Ada kabar baik dari teman yang mengikuti roadshow Indigo Creative Nation hari ini di Malang. Katanya, kemungkinan besar applikasi kami masuk untuk kemudian diikutkan mentoring dan program Inkubator. Sementara itu, teman di samping saya masih saja bicara soal startup. Sembari mengetik saya terus mendengarkan, terpecah pula dengan pikiran soal bunyi hujan dan ban mobil yang menabrak genangan.
Tidak sampai lupa. Di tengah hujan ini pula, saya ingat. Bahwa ada yang mengajak carimakan sore-sore. Pesannya belum dibalas, tapi semoga dia membaca. Ya, kita berangkat jam 5. Maaf tidak membalas. Hanphone sedang mati dan kehabisan batre.
Saya scroll ke atas, ke bawah, ke atas lagi. Lalu ke bawah lagi. Melihat ada kata hujan begitu banyak di tulisan ini. Voila! Saya sudah dapat judulnya. Seperti sebuah lampu yang tiba-tiba menyala di saat gelap. Seperti kata Kartini, "Habis Gelap terbitlah Terang". Terima kasih Kartini atas kata-katanya.
![]() |
Burung dalam hujan. Sumber: Cssdive |
Sampai lupa. Hari ini katanya hari Kartini. Saya tidak percaya bahwa Kartini membawa pesan-pesan kesetaraan Gender. Karena sepaham saya, Kartini hanya menulis surat. Dan surat-suratnya diterjemahkan dalam banyak prespektif, termasuk masalah gender equality. Saya hanya menganggap, bahwa Kartini sebagaimana blogger yang ada saat ini. Menulis, menulis dan menulis. Terserah orang mau menterjemahkannya sebagai apa.
Apakah kartini juga pernah menulis di antara hujan? Jika pernah, sungguh hujan ini membuat saya telah ngawur ke sana dan kemari. Menulis sesuatu yang tidak ada arahnya. Tapi saya tetap menulis. Karena dalam hujan ada Rahmat Tuhan.
Hujan ini begitu nyaman untuk berlelap. Rasanya saya ingin tidur saja. Tapi khawatir seperti seorang teman yang harus sakit karena kebanyakan tidur.
Comments
Post a Comment