Pagi ini, sedikit menggelitik. Karena bos komunitas Blogger Banua, bang Jimmy Ahyari membuat status tentang hari buruh di akun facebooknya.
Sehari Hari Buruh, 364 hari Hari Majikan!
Saya sih sejak tadi dini hari ingin membuat status juga. Karena Facebook menawarkan untuk membuat status soal hari buruh dalam fiturnya. Karena memang setiap tanggal 1 mei diperingati sebagai hari buruh. Tapi akhirnya kesampaian juga karena status tersebut. Saya bikin status serupa. Lalu dikomentari oleh Bang Jimmy, dia mengaku buruh juga. Padahal di pencarian, dituliskan bahwa beliau adalah wiraswasta. Ya beda tipis lah, kalau beliau menginformasikan bahwa dirinya adalah self employe pada akun-nya.
Sebenarnya apa sih makna buruh itu?
Menurut UU No. 13 tahun 2003 disebut, bahwa buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Kasarnya, buruh adalah orang yang menukar tenaga dan pikirannya dengan uang (gaji/ upah).

Dalam berbagai seminar soal kewirausahaan, sering kita temui. Seolah menjadi buruh adalah posisi nomor dua dalam dunia kerja, karena yang lebih "mulia" adalah pengusaha. Karena katanya, dengan menjadi pengusaha, kita telah berperan dalam memberikan lapangan pekerjaan kepada banyak orang. Saya sendiri tidak terlalu sepaham dengan ini. Bukan karena saya adalah seorang amphibi. Buruh juga, pengusaha juga. Karena mulia itu bukan dari ukuran status kita dalam dunia kerja. Tapi terletak pada seberapa bisakah kita menjaga agar tetap dalam ketaatan kepada Allah dalam mencari nafkah. Apakah nafkah itu dicari dengan jalan yang halal ataukah tidak.
Jadi, tidak mengapa kita disebut buruh. Asalkan kita dapatnya dari jalan yang halal.
Boleh jadi posisi buruh yang berada dalam sisi "marjinal" ini karena memang upah yang diberikan kepada mereka kecil jika dibadingkan dengan pemilik usaha. Apalagi jika berkaca pada Upah Minimum (UM) buruh yang ada di Indonesia.
![]() |
Buruh Bangunan: Sumber: NationalGeografik |
Berdasarkan data dari International Labour Organization (ILO), ternyata upah minimum buruh di Indonesia termasuk yang terkecil di Asia. Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara saja kita dapat UM yang relatif kecil. Hanya sekitar 171 USD per-bulan. Kalau dikonversi dengan kurs 13.000/USD maka, nilai gaji seorang buruh di Indonesia minimalnya adalah 2.223.000 IDR. Dan sepengetahuan saya, tidak sedikit buruh yang UM-nya di bawah angka ini.
Lihat saja berapa data ILO untuk UM di Vietnam, Thailand dan Malaysia. Vietnam = 181 USD/ Bulan, Thailand 357 USD/ Bulan dan Malaysia 609 USD/ Bulan.
Angka ini saja (171 USD) kalau dibandingkan dengan dengan biaya hidup selama sebulan sudah pas-pasan bila tidak ingin dikatakan kurang. Eh, malah paket kebijakan pemerintah saat ini justru membuka keran untuk terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Nelangsa saya mengamati beberapa nasabah kami yang membeli kavling harus rela tidak meneruskan kredit-nya karena terkena PHK.
Menurut catatan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), gelombang PHK saat ini masih terus berjalan di sektor elektronik, otomotif, migas bahkan farmasi.
Saya mengernyitkan dahi saat pemerintah mengeluarkan kebijakan upah murah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
By The Way, karena saya juga buruh. Saya sebenarnya ikut menanggung ke-nelangsaan yang saya sebut di atas. Hahaha.
Jadi Pengusaha
Adalah wajar, jika kemudian para buruh yang mengalami PHK terpaksa banting setir menjadi pengusaha. Seminimal mungkin menjadi self employe yang menjadikan dirinya sebagai buruh sekaligus majikan pada saat yang sama. Bahkan, tidak tanggung-tanggung. Mereka (termasuk juga saya) berpikir lebih realitis sebelum mempersiapkan masa "pensiun" yang unpredictable itu dengan nyambi jadi pengusaha saat masih bekerja.
Karena, sekadar mengandalkan UM saja berbagai macam kebutuhan tidak akan bisa terpenuhi. Karena harga-harga barang cenderung terus meningkat harganya. Biarpun katanya rupiah turun, tapi harga tidak ikut-ikutan turun. Sehingga untuk meningkatkan daya beli, mereka berduyun-duyun jadi pengusaha. Walau awalnya belum berhasil dan harus tertatih, sebab mereka tidak memiliki pengalaman mengelola usaha.
Terbantu dengan Startup Marketplace.
Diakui atau tidak, keberadaan marketplace seperti tokopedia dan bukalapak telah memberi setidaknya bantuan pemasaran kepada pengusaha-pengusaha baru tadi. Mereka (yang awalnya adalah buruh) bisa beriklan secara gratis dengan memiliki akun di marketplace tadi.
Jumlah barang yang diperjual-belikan di kedua lapak tadi yang semakin meningkat, sebenarnya bukan hanya meng-indikasikan tumbuhnya enterpreneur baru. Tapi juga menunjukkan, bahwa kebutuhan hidup yang tinggi telah memaksa banyak orang (termasuk buruh dan mahasiswa) untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Boleh jadi efeknya akan semakin baik bagi para buruh. Karena, mereka bisa manfaatkan waktu luang dan hari libur untuk jadi seorang amphibi. Buruh sekaligus majikan. Kalau kemudian mereka jadi tidak fokus, itu dampak alamiah. Karena tidak semua orang bisa bekerja dengan multitasking atau pun multitarget dalam satu tenggang waktu yang sama.
Tapi tidak lantas membuat saya sepakat dengan pemberian upah yang kecil kepada para buruh. Upah buruh di Indonesia harus tetap diperhatikan.
Naikkan UM buruh
Saya berandai-andai dan mencoba menghitung secara kasar biaya yang harusnya dikeluarkan oleh seorang buruh yang sudah berkeluarga disandingkan dengan UM yang mereka terima saat ini. Tidak termasuk kalau ada tunjangan tambahan, lembur atau potongan dari Iuran BPJS. Saya kalkukasi dengan pengeluaran pokok/ wajib dulu.
- Karena buruh UM-nya tidak besar. Maka kemampuan untuk cicil rumah melalui skema KPR tidak masuk. Seingat saya, kalau KPR angsurannya 1 juta sebulan saja, minimal upah seorng buruh adalah 3 juta. Maka, mereka harus menyewa dengan anggaran 500 - 600 ribu sebulan. Faktanya, kalau bekerja di kota besar, biaya sewanya bisa bengkak jadi 800 ribu sebulan. Ini tidak termasuk yang tetap tinggal di rumah orang tua ya...
- Bila memiliki istri (dan belum memiliki anak) dan makan siang di bawa bekal dari rumah, anggaran untuk makan harian sekitar 45.000,- atau setara 1,35 juta sebulan (jika dikalikan 30, mungkin bisa berkurang atau bertambah)
- Listrik dan Air memakan dana sekitar 80 hingga 100 ribu perbulan.
- Biaya transportasi selama sebulan bisa dikalkulasikan kalau harus menggunakan motor untuk berangkat ke tempat kerja. 30 - 40 ribu sepekan, atau 120 hingga 160 ribu sebulan.
- Untuk pulsa, mungkin anggarannya adalah 96 ribu (karena 2 orang). Kalau masing-masing setiap minggu mengisi 10 ribu setiap minggu.
- Total pengeluaran wajib adalah 2.146.000 IDR dengan nilai minimal. Kalau hitung-hitungan maksimal 2.286.000 IDR
- Bila Upah buruh adalah 2.223.000,- maka seorang buruh bisa menabung hingga 84 ribu.
- Cukup? Kalau buruh mencukupkan diri pada kebutuhan wajib memang akan cukup. Tapi bagaimana kalau buruh-nya sakit? Istrinya sakit? Tentu biaya akan membengkak dan bisa berutang kepada tetangga/ keluarga. Semoga saja tidak ada buruh yang sakit ya...
- Kalau motor juga masih nyicil, maka penghasilan itu jelas tidak akan menutupi pengeluaran bulanan. Taruhlah sebulan cicil 500 ribu. Berapa yang harus ditutupi? Kalau tinggal di rumah orang tua, cicilan motor ini bisa mengganti biaya sewa rumah.
- Inipun tidak termasuk kalau buruhnya punya anak, merokok (padahal, tidak sedikit buruh yang merasa wajib beli rokok), kondangan mingguan, biaya hiburan jalan-jalan.
Maka salah satu solusi agar buruh hidupnya tidak semakin termarjinalkan, naikkan UM nya. Seminimal mungkin, tidak terlalu pas-pasan lah. Agar waktu bersama keluarga mereka tidak tersita karena harus lembur demi memenuhi kebutuhan harian bahkan utang karena sakit.
Hal ini tentu aja menjadi dilema juga bagi para pengusaha. Karena menaikkan upah buruh berarti menaikkan biaya operasional. Dengan kondisi ekonomi yang daya beli masyarakatnya tidaklah kuat, tentu tidak mudah mendapatkan tambahan income dari penjualan. Sehingga logikanya, pengusaha harus rela hitung-hitungan keuntungan di atas kertas mereka di pangkas untuk kesejahteraan buruh.
Alih-alih menaikkan UM buruh, yang terjadi saat ini di beberapa lokasi telah ada buruh-buruh asing yang mereka pekerjakan dengan upah yang sangat rendah. Sekalipun, keberadaan buruh asing tadi ilegal di mata pemerintah.
Teringat saya salah satu fragmen ironi saat melihat bagaimana buruh dibayar dengan upah yang sangat rendah untuk sepatu bermerek yang dijual dengan bandrol jutaan rupiah. Ingin menangis rasanya melihat mereka yang di-upah selayaknya budak.
Karena Buruh BUKAN BUDAK.
Pesan saya: Maka, jika memang para pengusaha ingin menghargai keberadaan buruh sebagai katrol untuk dia mendapatkan keuntungan dan harta melimpah. Bukan dengan bersimpati saja dengan memberi libur khusus setiap tanggal 1 mei. Tapi lebih dari itu. Naikkanlah upah mereka agar mendapat penghidupan yang layak, sehingga tidak perlu berhutang ataupun membebani orang lain. -Hendra Madjid-
Setuju? Atau kita harus bikin "MayDay" saja untuk bangsa ini?
Nb: Saya tidak mengucapkan Selamat Hari Buruh. Karena menurut saya, menjadi buruh itu tidak satu kali saja di dalam setahun. Tapi setahun penuh.
Thanks Infonya gan
ReplyDeleteInfo apa gan?
Deleteini adalah ciri-ciri dari komentar yang tidak relevan gan,dia komen asal aja
Deletekomen asal tuh kaya gini "nice info,nice posting,nice article,good share,makasih infonya" yaa seperti ituu lahh... kalau nemu komen seperti itu hapus saja gan..
itu komen saja sama kaya SPAM hehe
Hehehe. Ngiranya juga gitu gan. Kayak orang yang gak baca isi dari post kita. Yang penting asal nangkring aja
DeleteHmm semoga dengan adanya hari buruh nasional bisa membuat buruh yang ada di indonesia bisa lebih makmur lagi dan juga semua keinginannya bisa tercapai sesuai dengan harapan.
ReplyDeleteIya. Mudah-mudahan gak sekadar ada peringatan. Tapi lebih ke political Will yg ok biar nasib buruh tidak buruk
Deletebener banget tuh, buruh bukan budak !! #HidupBuruh
ReplyDeleteBuruh sedunia bersatu, sulit dikalahkan
Delete