News Feed di Aplikasi Facebookku penuh. Notifikasinnya banyak. Di antara Feed atau umpan yang diberi facebook ada foto kenangan yang dibagikan kakanda Mantri Arul. Dia tulis sebuah lirik lagu dangdut dari Asep Irama. Percaya atau tidak, saat membaca lirik itu ada semacam "getar-getar" dangdut di hati. Ciyeee yang penggemar dangdut.
Sejatinya, saya bukan penggemar dangdut. Tapi jika diputar lagu-lagu dangdut lawas era 90-an, saya bisa ikut nyanyi tuh.
![]() |
Getar-Getar Dangdut |
Setelah getar-getar itu begitu membahana di lubuk hati, muncul lirik lagu dari Mansyur S di ingatan saya. Liriknya lebih kurang begini
...engkau Teman karibkulebih dari saudarajangankan makan minumtidur kita bersama...
Baru sekarang saya menyadari lirik itu ada yang salah. Salah dalam sudut pandang dan opini yang berkembang saat ini. Bukankah kalau sesama pria tidur bersama itu pertanda aneh? Aneh dan salah. Karena mengarah pada permasalahan orientasi seksual yang mulai didengungkan untuk dilegalkan.
Jika dulu di kampung ada lelaki dan wanita tanpa ikatan pernikahan tinggal satu atap berdua saja, mereka akan digerebek warga. "orang sekampung, pun tahu...", bahwa kumpul kebo adalah masalah tabu dan terlarang di tengah masyarakat dulu. Apa yang terjadi jika dua lelaki tinggal satu rumah? Tidak masalah. Karena dulu memang tidak dikenal (atau mungkin tidak populer) istilah disorientasi seksual semacam itu.
Tapi, jika melihat konteks lagu tersebut. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan homoseksulitas. Sama sekali tidak ada. Yang ada hanya curahan perasaan seorang pria yang -bahasa anak zaman sekarang- ditukung oleh teman sendiri. Jika hanya teman kenal mungkin "wajar" saja. Namun, teman yang menikung ini sudah dianggap melebihi saudara.
apa artinya bertemandi belakang kau menikamkau bagaikan pagar...yang makan tanamansungguh tiada aku menduga
Anak zaman sekarang mungkin tidak tahu lagu ini. Karena lagu ini sudah jarang sekali diputar baik di televisi, radio maupun di acara kawinan. Tapi generasi "tua" seperti saya, tidak pudar ingatan dari lagu itu.
Kritik saya pada lagu ini dengan sudut pandang pribadi kekinian, ada lirik yang bermasalah. Setidaknya menurut Islam. Liriknya begini:
Putus kinilah sudahbersaudaraan kitayang lama kita binasusah senang bersama...
Kalau menurut ustadz Yusuf Mansur yang juga mengutip dari kitab Al Kabaair, memutus tali silaturrahmi itu terkategori dosa besar. Dosa yang dimasukkan bersama Ghibah, Memakan Harta Riba, Durhaka kepada orang tua, juga pastinya dosa Syirik. Ngeri ya?
Makanya, setelah sampai pada lirik itu. Saya berhenti untuk bernyanyi. Tapi yang benar saja? Suara renyah om Mansyur S masih terngiang ini. Asli deh. Ngiangan nyanyian itu berutar-putar terus seperti orkes walimahan yang belum berhenti walaupun pengantinnya sudah bubar. Tolong saya dong...!
Diakui atau tidak, kalau kita seumuran dan dulu termasuk sering mendengar lagu-lagu dangdut era 90-an dan awal 2000-an. Lagu-lagu dangdut di zaman itu jauh lebih menancap kuat dibanding lagu-lagu dangdut era sekarang. Meski lagu dangdut era sekarang cepat terkenal, tapi cepat pula dilupakan. Ibaratnya, lagu-lagu zaman dulu adalah legend yang sulit digantikan oleh lagu zaman sekarang.
Baiklah! Untuk menghilangkan getar-getar dangdut ini, saya akan putar saja lagunya Sandy Sandoro.
Saya itu ya. Bukan penggemar fanatik satu genre musik tertentu. Apa yang enak atau sesuai kondisi hati atau sesuai dengan keinginan, diputar juga. Meskipun saat dulu jadi penyiar radio, Nasyid adalah playlist yang harus selalu ada jika memutar lagi. Mau putarLinkin Park, nasyid juga ada.And now I'd pick up a star for you
If you'd love me to
If you'd love me to
And I'd fly you to the sun
over the seventh sky
If you'd love me to
Comments
Post a Comment