Sering kali kita salah kaprah ketika menyodorkan sebuah tawaran pekerjaan kepada orang lain. Kita sebenarnya mencari tenaga marketing, tapi orang pikirnya kita sedang cari sales-man. Padahal, fungsi dan tujuan dari keduanya jelas bebeda. Ditambah lagi jika ada istilah Branding, makin samar lagi jika kita tidak memahamiya.
![]() |
Perbedaan antara: Sales, Marketing dan Branding |
Memang, baik itu marketing, sales maupun branding berada dalam satu induk ilmu yang sama. Yaitu Marketing. Tapi, karena pemahaman yang keliru tentang marketing itulah akhirnya kita salah kaprah. Sehingga, dalam divisi marketing sebuah perusahaan terdapat tiga sub-divisi ini yang saling berhubungan dengan pekerjaan dan tugasnya sendiri-sendiri.
Lalu, apa sih perbedaan antara Sales, Marketing dan Branding?
Sales
Sales, istilah untuk penjualan. Tujuannya jelas adalah menghasilkan closing, dagangan laku. Kalau tidak laku, berarti poin salesnya rendah bahkan nol. Sehingga targetnya pun jelas, berapa jumlah barang dan jasa yang mampu dijual dalam periode tertentu. Bisa mingguan, bulanan atau tiga bulanan.
Sales sendiri adalah ujung tombak sebuah perusahaan agar bisa mendatangkan cash. Semakin besar penjualan yang dihasilkannya, kian tinggi pula omzet yang dimiliki sebuah perusahaan. Oleh karenanya, sales-man yang baik adalah sales-man yang aktif menawarkan lapaknya kepada calon konsumen atau target market yang sudah dihimpun oleh marketing.
Saat bekerja di XL sekitar tiga tahun lalu, saya menjadi sales-man dengan judul Youth Representative. Tugas dan fungsinya sederhana seperti SPG dan Canvasser, yakni menjual produk perdana XL ke sekolah-sekolah, kampus dan komunitas dengan tawaran kerjasama tertentu. Setiap bulan, ada target dan bonus pencapaian yang bisa diperoleh di luar dari gaji pokok. Ingin dapat penghasilan lebih banyak, jualanlah lebih intens.
Contoh lain dari sales ini adalah kasir toko-toko ritel. Mereka tidak hanya bertugas menginput penjualan, tapi juga menawarkan kepada konsumen untuk menambah pembelian mereka. Entah menawarkan pulsa, menawarkan barang promo, membagi tabloid harga dan lain sebagainya.
Di tengah masyarakat, kadang profesi sales ini terkesan rendah. Dan banyak yang ogah saat ditawari pekerjaan menjadi salesman. Lalu beberapa perusahaan membuat istilah baru agar orang mau menjadi salesman dengan menyebut sebagai canvasser, marketing executive dan istilah sejenis lainnya. Padahal, dengan istilah asalnya pun, seorang salesman itu sebenarnya adalah peran yang tidak bisa disepelekan. Sebagaimana seorang striker dalam sebuah keseblasan sepakbola. Kalau tim anda tidak memiliki striker atau strikernya tidak memiliki kemampuan penyelesaian yang baik, wajar kalau kemudian kalah atau. Karena tidak bisa memasukan gol lebih banyak ke gawang lawan.
Marketing
Mendatangkan lead adalah tugas dari seorang marketer agar bisa dieksekusi menjadi penjualan oleh salesman. Targetnya lebih besar lagi, yakni market share. Seberapa luas jangkauan dan penguasaan atas market tertentu, menjadi ciri keberhasilan seorang marketer.
Bedanya dengan sales, seorang marketer tidak harus berhadapan langsung dengan calon konsumen. Karena pekerjaannya lebih sering berkutat pada perencanaan promosi, iklan, program penjualan dan penentuan STP (segment, Targeting and positioning). Perencanaan yang dibuat kemudian dieksekusi dalam bentuk promosi dan iklan di baliho, tvc, radio jingle dan adlibs, iklan koran, iklan di online dan lain-lain. Termasuk juga, pemberlakuan diskon pada masa tertentu, hadiah langsung dan pembukaan cabang atau outlet baru perusahaan mereka.
Sehingga, seorang marketer yang hadal dan sudah mengerti betul STP produknya langkah-langkahnya seperti langkah tak terlihat. Smooth tapi tepat sasaran.
Saya sering mengamati, mengapa di televisi jarang sekali ditemukan iklan mobil mewah semacam BMW, Mercy, Lamborghini, Ferrari dan sejenisnya. Karena memang target market mereka bukan kalangan penonton televisi yang memang tidak akan membeli produk mereka. Justru iklan-iklan mereka hadir di majalah-majalah yang memiliki desain yang lux dan hanya dibeli oleh kalangan premium saja.
Atau kenapa iklan-iklan perumahan mewah, apartemen, kondotel dan produk real estate mahal lainnya tidak ada dalam bentuk brosur yang dibagikan di jalan-jalan? Kenapa hanya tayang dalam bentuk blocking time di televisi tertentu di hari minggu, pada pagi hari dan menghadirkan salah satu direktur marketingnya? Lalu mereka menawarkan limited offer "hari senin harga naik"? Bagi kita yang bukan segmen mereka, kita akan mengernyitkan dahi dengan harganya. Dan tertawa terbahak, "mau senin harga naik, atau gak naik-naik, apa peduli gue?" kemudian kita buru-buru switch channel karena merasa itu acara bukanlah buat kita.
Di Pameran perumahan juga begitu. Khusus untuk pameran perumahan RSH (rumah subsidi) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), jarang sekali developer real estate kelas premium mau ikut serta. Meskipun diselenggarakan di mall. Kalaupun ikut, mereka akan membuka stand khusus di luar dari kumpulan stand yang ada. Dengan luas stand dan konsep stand yang dibedakan secara signifikan dengan peserta pameran rumah RSH. Jawabannya sederhana, pengunjung pameran RSH bukan target market mereka.
Untuk mengukur seberapa besar market share yang telah sebuah perusahaan kuasai, biasanya diukur dalam kurun waktu yang lebih lama dari target sales. Bisa setahun hingga tiga tahun. Selain itu, ada pula istilah convertion rate dalam marketing. Ini berkaitan erat dengan breakdown target-target marketing kepada bagian sales agar market share yang sudah dimiliki mampu menghasilkan penjualan dan mendatangkan uang.
Branding
Istilah ini juga sering terpeleset terjemahannya. Seolah branding itu adalah membuat logo. Atau branding itu adalah memasang banner di mana-mana, menempelkan sticker layanan dan logo perusahaan di mobil. Atau membuat kemasan yang baik. Padahal semuanya itu adalah bentuk dari branding identity, bukan branding itu sendiri.
Karena Branding lebih kepada konsep yang mengatur hubungan antara perusahaan dengan konsumen sehingga menjadikannya sebagai konsumen yang loyal. Atau menjadikan konsumen sebagai customer, pelanggan. Targetnya dibangun bukan dalam setahun-dua tahun. Tapi bisa lima tahun, enam tahun dan mungkin sepanjang masa.
Saya dulu sempat juga terpeleset memahami makna branding ini. Tapi setelah dapat pencerahan dari salah satu master branding Indonesia, pak Bi (Subiyakto), saya akhirnya ngeh dan terbuka mata hati.
Kenapa misalnya kita, tidak sungkan mengeluarkan uang 50 ribu untuk produk kopi tertentu seperti starbucks? Atau kenapa kalau membeli produk-produk apple kita merasa ada kebanggaan tertentu yang sulit untuk diungkapkan. Atau, kita tidak segan-segan membuat endorse dan rekomendasi tertentu terhadap sebuah produk setelah kita puas dengan produk tersebut. Di sisi inilah sebenarnya fungsi branding mengeluarkan kesaktiannya.
Branding ini menciptakan kesan, yang didapatkan saat produk itu mulai diperkenalkan. Branding juga menciptakan rasa sayang dan cinta terhadap produk tersebut, seolah ini adalah produk terbaik yang saya beli. Identitasnya menancap kuat, rasa memilikinya jauh menusuk ke lubuk hati. Produknya menjadi citra yang tidak mudah dimiliki oleh produk dan jasa lain.
Bahasa saya, branding adalah cara sebuah produk agar konsumen jatuh cinta lalu menikahinya dan hidup bersama hingga akhir hayat.
Dan uniknya, branding tidak hanya berlaku untuk produk dan jasa tertentu. Tapi juga bisa diaplikasikan kepada seseorang. Menokohkan seseorang. Wajar jika kemudian jika kita mengenal istilah pencitraan. Karena seorang yang ingin menjadi presiden misalnya, sering melibatkan para pakar branding demi menasbihkan citra mereka kepada publik.
Dulu, saat pemilukada Kalsel 2010. Saya mengamati, saat Zairullah Azhar mencalonkan diri sebagai salah satu kandidat gubernur yang ditangani oleh Fox Indonesia. Teman-teman di Kalimatan Selatan ada yang masih ingat? Sangat jauh dengan apa yang terjadi pada 2015, saat beliau kembali mencalonkan diri. Dari penampilan foto saja sudah berbeda. Sayang saya tidak memiliki arsip fotonya untuk dilampirkan di tulisan ini.
Nampak sekali, pada 2010. Zairullah menggunakan kopiah hitam dan baju hem putih dengan sudut pengambilan gambar dari bawah yang mengesankan bahwa dia adalah pemimpin sejati laiknya soekarno. Gambar itu disebarkan di banyak titik dan membuat saya merasa, "ih keren banget nih orang". Meskipun akhirnya tidak menang, namun perolehan suaranya jauh lebih tinggi daripada Pilkada tahun lalu.
Selain foto, tentu pemilihan pasangan calon dan slogan menjadi faktor penting yang mendongkrak elektabilitas Zairullah. Dan beberapa faktor lain yang disarankan oleh Fox Indonesia sehingga menjadi personal branding yang kuat.
Saya masih penasaran. Apakah di Pilkada Kalsel 2020 beliau kembali mencalonkan diri? Kita lihat saja nanti.
Sehingga, jika kita ingin mengaplikasikan branding dalam perusahaan kita, baik logo, simbol, slogan, penampilan, comfprtable, copywriting, member card, pelayanan dan lain-lain harus menjadi satu kesatuan yang utuh. Kesatuan yang menghasilkan citra yang tertanam kuat di benak pelanggan. Dan pastinya hal yang tidak boleh lupa, bahwa kualitas produk adalah menjadi poin utama sebelum dipublikasikan citranya kepada publik.
***
Pemahaman ini saya dapatkan dari berbagai sumber, pengamatan, diskusi workshop, buku dan lain sebagainya. Bisa benar, bisa saja meleset. Karena pengetahuan dan pengalaman yang terbatas. Sehingga, catatan ini lebih kepada tulisan untuk mengukur secara pribadi tentang pemahaman saya soal Sales, Marketing dan Branding.
Bagaimana menurut kamu?
bisa ikut kerja jadi marketing ga aku gan???pengen kerja di banjarmasin...marketing tanah dan perumahan kan???
ReplyDeletebisa banget. Tinggal kontak ke sini aja pas lagi pulang ke Banjarmasin
ReplyDelete