![]() |
Keep Calm i'm an Expert - source: google image |
Saya mungkin sedang mengigau sangat, saat bicara terlalu banyak hal dengan beragam tema. Sampai-sampai salah seorang rekan di Grup diskusi bilang: "Mas Hendra, ayo donk keluarkan Kantong Ajaibnya" Saat membahas masalah papper asset. Seolah saya Doraemon yang bisa mengeluarkan alat apa saja yang mampu menyelesaikan masalah Nobita.
![]() |
Kantong Ajaib Dorameon - Source: Google Image |
Memang tidak ada yang salah dengan manusia bertipe bank informasi. Yang saat kita tanya apa saja, dia tahu dan bisa menjawabnya. Walau kadang, tipe ini sering dibilang sok tahu karena mengetahui bagian kulit saja. Cenderung orang tipe seperti ini lebih mudah diterima di bebagai kalangan karena sifatnya mudah sekali masuk ke beragam hobi dan keahlian.
Bertemu penggemar bola, dia mengerti apa itu offside dan paham apa yang terjadi barusan malam soal liga champions. Bertemu orang bisnis, dia bicara kewirausahaan dan masalah manjemen. Bicara cinta, dia mampu melafalkan beberapa puisi dan lagu cinta. Bicara agama, sesekali berani memberi fatwa (yang ini sih agak bahaya).Ya, orang akan gampang suka dengan orang yang tahu banyak hal. Kesannya pintar dan pengetahuan luas.
Namun ternyata, sebatas tahu tidak pernah sama sekali serupa atau setara dengan ahli terhadap sesuatu. Oleh karena itu, berapa kali kita menyaksikan di televisi orang yang sering diundang dalam diskusi masalah politik adalah ahli politik? Atau ketika bicara soal prediksi ekonomi, kenaikan suku bunga, dampak crowd ekonomi terhadap kemakmuran masyarakat yang diundang adalah ahli atau praktisi ekonomi. Tidak diundang wartawan yang tahu banyak berita.
Lebih dekat lagi ke kehidupan dunia maya kita. Berapa sering kita menyaksikan ada yang kemudian melabeli diri sebagai "Ahli Jualan", "Jagonya Kavlingan", "web-masters", "Branding Expert" dan sejenisya di facebook. Sering. Biarpun levelnya pemula, tapi ternyata labelisasi seperti ini semacam membuat garis tegas tentang apa -meminjam istilah Dewa Eka- Persona diri. Apa Branding Personality dari diri kita. Ibarat sebuah produk, kita akan dikenali dari packaging apa yang melekat kuat pada diri kita.
Biar dikata hanya seorang pemula dalam sebuah bidang, dia akan berupaya untuk terus melakukan kampanye bahwa dia ahli di bidang itu. Meski pada faktanya, seorang yang baru sebulan belajar marketing tidak akan pernah diakui orang sebagai ahli marketing hanya karena dia menulis tentang marketing dan memberi label dirinya sebagai Ahli. Kalau itu adalah harapan, boleh saja. Tidak ada yang melarang.
Sebagaimana boleh saja kita mengklaim, "Trainer Nomer 1"; "Marketplace terbesar", "Developer Ternama", "jagoan jualan", "Ahli saham" dan lain-lain. Berarti kita sudah hebat donk? Belum. Kalau memang belum memberi bukti. Bahkan standar Malcolm Gladwel menyebut angka 10.000 jam untuk bisa diakui sebagai seorang expert.
Sehingga, jika seorang telah benar-benar mencapai level itu. Orang akan sanggup dan rela membayar kita dengan harga yang mahal. Coba saja kita ikuti trainingnya Thony Robin atau Robert T Kyosaki, berapa yang harus kita bayar? Atau misalnya mengikuti coaching di konsultan dan lembaga coaching semacam action coach, berapa uang yang harus kita keluarkan? Jika jawabannya banyak, dan terus saja ada orang yang mau membayar itu karena mereka memang layak mendapatkannya.
Saya dulu sempat berandai, saat sedang pada masa-masanya sering memberi training motivasi. "Apa ada yang mau ya ikut training saya kalau dalam 100 orang peserta ini diminta membayar 100.000?" atau terlalu tinggi, coba diturunkan jadi 50.000. Masih ada yang mau? Tidak perlu dijawab. Karena saya mengumumkan memberi training gratis saja yang hadir tidak lebih dari 20. Hahaha...
Sederhananya, saya belum memiliki sebuah core keahlian tertentu untuk dikatakan sebagai seorang expert. Kalau ada teman yang kemudian bela-belain mengatakan saya expert dan master dalam bidang blogging dan marketing, itu mungkin hanya sebagai pelipur lara dan pemberi motivasi saja. Biarpun jujur, kita paham betul. Bahwa tidak ada kawan yang ingin menyakiti hati saudaranya. Selamat saya..
Saya dulu pernah berangan, ingin kerja saja sebagai ice cream tester. Atau sebagai tukang icip-icip dan komentarin makanan. Gajinya besar, tapi kerjaannya enak. Bisa makan dan enak lah pokoknya. Ujung angan itu bisa ditebak, tidak enak. Iya. Agar kita bisa menjadi tester ekrim ternyata ada banyak sekali jenis eksrim yang kita coba kenali rasa, kekentalan, tektur, aroma bahkan kita harus tahu step by step cara membuatnya. Sehingga, sekali icip kita tahu. Owh ini terlalu banyak krim, owh ini susunya kurang, owh ini rasanya terlalu manis, owh ini terlalu keras atau lembek dan blaa bla bla.
Atau tukang icip dan komentar makanan yang tentu tidak hanya mencoba asal garam. Tapi juga telah merasakan bagaimana pedasnya jahe saat mentah, dibakar ataupun digeprek. Seekali menggigit pala, mengunyah ketumbar, memakan cengkel dan berlinang air mata memakan bawang mentah. Memakan adonan keras, nasi basi, bahkan ada yang nekad memakan benda-benda atau makhluk yang tidak lazim di makan. Merasakan ulat sagu, menikmati crucnhy-nya belalang, membakar lidah dengan sambal pedas dan lain sebagainya.
Jika memang belum mendedikasikan diri kita sepenuhnya untuk bidang keahlian yang ingin kita sematkan dalam diri kita, mungkin kita belum bisa masuk dan meng-klaim diri sebagai expert. Dedikasi sendiri muncul karena passion. Tidak sekadar hobi, tapi menyukai tanpa peduli dibayar ataupun tidak. Lelah dan letih tidak menjadi soal. Passion sendiri muncul karena cinta.
Kalau tidak pernah mencintai sesuatu pekerjaan, mustahil itu jadi bagian dari passion kita. Agak aneh juga kalau ujug-ujug kita bilang bahwa "saya ahli di bidang ini". Ngigau lu?
***
(intermezo)
By the way. Soal igau-mengigau, saya punya teman yang sepertinya ahli sekali tidur. Bayangkan, dari pagi hingga siang dia sanggup tidur. Lalu bangun untuk makan siang, lepas tu tidur lagi hingga jam 5. Main PS hingga magrib lalu berangkat ke majelis taklim hingga pagi lagi. Dan dia digaji besar.
Nampaknya keahlian ini begitu menjanjikan. Terlihat nikmat sekali. Tidak penting apa tugasnnya, tidak terlalu masalah dengan jam kerja. Yang penting sudah isi presensi dan setor muka. Enak khan?
Walau sampai saat ini saya masih bingung, bagian dari kasur manakah yang berefek pada perusahaan jika terus dicoba setiap hari? Hahaha... Becanda. Kalau ada yang tersinggung, saya bersyukur. Karena mungkin saya perlu belajar dengan tingkat ekpertis atau keahlian model ini. Siapa tahu, suatu hari nanti saya dapat menulis buku yang berjudul: "THE POWER OF SLEEP" kayak judul bukunya Mas Jay "The Power of Kepepet".
***
Memang menarik sih kalau jadi kayak Doraemon. Punya kantong ajaib. Setiap ada masalah, kita punya jawabannya. Sebagaimana blog hendramadjid.com ini yang campur aduk tidak karu-karuan. Setiap ada apa begitu, selalu saja ada tulisan. Sampai Nunu, adik kelas yang apoteker itu bilang: "Rajin nian update tulisan".
Jadinya, koq saya merasa mulai insyaf nih. Bahwa selain catatan yang bisa bergado-gado temanya, saya harus memfokuskan pada satu tema tertetentu yang berkaitan erat dengan persona apa yang ingin saya munculkan. Apakah seorang ayah, seorang marketer, seorang suami, seorang blogger, penulis buku (yang belum punya buku), seorang pengusaha, pelatih atau apa. Tunggu saja. Sepertinya akan ada sedikit perombakan pada perwajahan atau susunan dari blog ini. Semoga saja bisa cepat ya...
Sehingga, suatu saat saya akan memperkenalkan diri sebagai ekpert di bidang tertentu tanpa sungkan apalagi malu menyebutkan itu. Ok saya Hendra, saya adalah expert di bidang ... dan saya bukan doraemon.
![]() |
Doraemon - source: Google Image |
kalau tema blognya personal, menurut ulun ya pasti isinya, 'apa yang saya lihat, dengar, rasakan' namanya aja personal, wajar kalo gado2, hehe. IMO
ReplyDeleteHehehe. Iya sih. Tapi kayak kebanyakan tema gitu. Kadang ada satu tema yang bahkan tidak rutin dibahas
Deletesaya doain mas, jadi expert di suatu bidang. di tunggu nih blognya bakal di rombak apa.. :)
ReplyDeletebtw, salam kenal. baru pertama mampi ke blog ini... keren..
Iya nih. Kemungkinan bakal dirombak. Liat aja ntar.
DeleteSalam kenal. Silakan nyicipin hidangan dari blog ini. Hehe
Asal nggak di panggil Dora aja.... hehehe
ReplyDeleteAtau Emon aja... Hahahaha
Idih. Gak deh kalau dipanggil Emon. Kalau dora malah jadi inget anak sendiri. Hehehe
Delete