Kisah Putri miskin yang kemudian bisa menikah dengan pangeran kaya hanya terjadi dalam dongeng Cinderella. Tidak demikian dengan dongeng Leicester City. Sebuah klub sepakbola yang tidak pernah disangka-sangka menjadi juara Premier League musim ini.
Sebagian orang boleh bersinis ria karena memang target Ranieri dan pembesar Leicester hanyalah mencapai 40 poin agar tidak terdegradasi. Tapi kenyataannya khan sekarang beda. Pemain-pemain dengan gaji dan harga ya h rendah itu telah membuat semua orang terperangah. Bagaimana mungkin skuad yang tidak dihuni oleh satupun bintang bisa menjadi jawara?
![]() |
Leicester City Saat menjadi juara divisi Championship |
Coba bandingkan saja dengan Manchester United yang selama 2 tahun terakhir sudah menghabiskan lebih dari 20juta poundsterling untuk memperdalam skuad dengan pemain-pemain berharga dan gaji tinggi. Hasilnya? Meski saya kecewa, tapi harus mengakui bahwa pasukan iblis merah belum terlalu padu dan justru pemain muda seperti Marcus Rashford dan Jese Lingard lah yang lebih bersinar disandingkan Memphis Depay misalnya. Atau musim lalu dengan Angel Di Maria.
Salah satu faktor penting Dongeng Leicester jadi nyata itu terjadi karena mereka bermain sebagai sebuah sistem yang solid dan tim yang kokoh. Diracik oleh "tukang Utak-atik" Ranieri yang brilian. Meski begitu, nama-nama seperti Riyad Mahrez, Vardy dan Drinkwater mendadak populer. Sebagaimana dulu Frank Lampard, John Terry dan Claude Makelele yang bukan siapa-siapa saat direkrut Ranieri. Bahkan, Ranieri juga sempat memproyeksikan untuk merekrut Didier Drogba. Yang kemudian, fondasi tim bentukan Ranieri merajai Inggris ditangan Mourinho dan juga jadi jawara Eropa meski ditangan manager interim Roberto Di Matteo.
Dongeng ini mungkin akan berhenti jika menilik rekor Ranieri yang prestasi tertinggi paling sering mampir adalah sebagai runner up.
Saya sendiri menonton saat MU menghadapi Leicester City di Old Traford (saya nontonya di TV, hehe) dan melihat tim Rubah The Thinkerman itu memang layak menjadi juara. Saya berharap mereka kalah, karena ball possesionnya saat itu hanya berkisar 80:20. Harusnya MU bisa menang besar, tapi Leicester solid pertahanannya dan hanya kecolongan dengan Gol Anthony Martial yang saat itu bebas dari pengawalan. Hasil imbang pun sudah cukup bagi saya untuk tidak bersedih hati karena pesta juara tidak digelar di Teater of Dream.
Tim yang sesolid inipun mengingatkan kita. Bahwa untuk memenangkan sebuah pertandingan, bermain difensifpun tidaklah masalah. Tidak melulu tim yang menguasai pertandingan (dengan ball posession tinggi) bisa menang. Tengok saja bagaimana Bayern yang produktif mencetak gol harus bertekuk lutut di Vicente Calderon di tangan Atletico.
Tadi malam, hasil imbang Chelsea melawan Tottenham akhirnya menasbihkan Dongeng Leicester telah mawjud dan benar terjadi. Mungkin mereka sedang bermimpi, tapi mimpinya telah menjadi nyata.
***
Pelajaran sederhana yang coba saya elaborasikan di sini adalah sebagai berikut:
Mimpi itu Gratis, kawan
Ada banyak pemimpi di dunia ini yang menuliskan impiannya ke atas dunia. Tidak sedikit orang mencemooh dan berkomentar nyinyir. Mereka hanya fokus pada mimpi dan tujuannya, sementara biarlah orang mau berkata apa. Teman saya bilang, "saya yang mimpi koq Anda yang sewot?". Istilahnya, untuk apa berkeras diri mencemooh dan menghalang-halangi mimpi orang lain kalau kita punya mimpi kita sendiri. Mungkin mimpi orang-orang itu adalah menghalangi mimpi orang kali ya? Hehehe.
Karena memang bermimpi tidak perlu membayar sesuatu. Jadi tidak perlu takut untuk bermimpi dan menyatakannya pada dunia.
Ada banyak pemimpi di dunia ini yang menuliskan impiannya ke atas dunia. Tidak sedikit orang mencemooh dan berkomentar nyinyir. Mereka hanya fokus pada mimpi dan tujuannya, sementara biarlah orang mau berkata apa. Teman saya bilang, "saya yang mimpi koq Anda yang sewot?". Istilahnya, untuk apa berkeras diri mencemooh dan menghalang-halangi mimpi orang lain kalau kita punya mimpi kita sendiri. Mungkin mimpi orang-orang itu adalah menghalangi mimpi orang kali ya? Hehehe.
Karena memang bermimpi tidak perlu membayar sesuatu. Jadi tidak perlu takut untuk bermimpi dan menyatakannya pada dunia.
Dream Team itu dibentuk, bukan dibeli
Kecerdasan Zuckerberg COO Google mungkin adalah cerita lain. Sebagaimana cerita Galacticos yang menjuarai la Decima di tahun lalu. Tim organisasi itu membeli anggotanya dengan biaya mahal. Tapi tim tidak akan simsalabim menjadi dream team dengan hanya membeli bintang. Dia harus dibentuk dengan tangan dingin pemimpin yang mampu menjembatani visi dan mimpinya ke dalam gerak sebuah tim. Dia mengatur konflik antar anggota tim yang berada di top level, mid level dan ground level.
Kecerdasan Zuckerberg COO Google mungkin adalah cerita lain. Sebagaimana cerita Galacticos yang menjuarai la Decima di tahun lalu. Tim organisasi itu membeli anggotanya dengan biaya mahal. Tapi tim tidak akan simsalabim menjadi dream team dengan hanya membeli bintang. Dia harus dibentuk dengan tangan dingin pemimpin yang mampu menjembatani visi dan mimpinya ke dalam gerak sebuah tim. Dia mengatur konflik antar anggota tim yang berada di top level, mid level dan ground level.
Tim ini pula harusnya komunikasinya tidak tersendat dengan leadernya hanya karena faktor bahasa dan kebiasaan cara kerja. Sehingga langkah-langkah kongkrit dari program visioner sang pemimpin dapat diterjemahkan dengan sempurna di lapangan.
Meski sebuah tim bisa dibentuk dari pembelian pemain-pemain mahal, tapi pembentukannya tidaklah mudah. Jika dibandingkan tim yang memang anggotanya bukan siapa-siapa. Yang mengedepan bukanlah ego, tapi tim. Yang melaju pesat bukanlah tentang siapa, tapi pencapaian tim seperti apa. Sehingga, tim yang solid tidak hanya bicara siapa yang menjadi top skor di akhir musim, tapi juga apakah mampu menghantarkan seluruh penggawanya mencium aroma sukses secara bersama-sama.
Pemain mahal bisa dibeli, namun jika ingin menjadikannya bagian dari Dream Team, kita harus membentuknya.
Hidup dalam Kompetisi
Apa jadinya kalau Leicester tidak pernah berada di kompetisi yang (menurut saya) paling kompetitif di dunia? Misalnya saja, tiap tahun hanya MU atau Chelsea saja yang jadi kandidat juara. Seperti setiap musim bisa ditebak hasilnya. Sementara tim lain hanya jadi pelengkap. Oleh karena itulah kemudian, level Leicester akan diuji musim depan dalam kompetisi para juara: Liga Champions.
Apa jadinya kalau Leicester tidak pernah berada di kompetisi yang (menurut saya) paling kompetitif di dunia? Misalnya saja, tiap tahun hanya MU atau Chelsea saja yang jadi kandidat juara. Seperti setiap musim bisa ditebak hasilnya. Sementara tim lain hanya jadi pelengkap. Oleh karena itulah kemudian, level Leicester akan diuji musim depan dalam kompetisi para juara: Liga Champions.
Dalam bisnis pun begitu. Jika dalam berbisnis tidak pernah ada kompetitor, maka yang terjadi kita akan senang-senang saja dengan produk minor. Asik-asik aja denga. Pelayanan seadanya. Dan tidak tahu menahu soal kritik konsumen atas produk kita. Lama kelamaan, kita sendiri akan bosan karena tidak ada gairah mengembangkan bisnis. Apa yang mau dikembangkan coba kalau produk jelek saja sudah laku di pasaran.
Pun, dalam organisasi perusahan. Kompetisi itu penting. Selama leader bisa memberlakukan manajemen konflik dengan baik. Dulu, ketika bekerja di XL Amuntai saya menemui itu. Antar sales canvasser dibuka racing, dicari canvasser terbaik. Antar Youth seluruh Indonesia juga ada racingnya. Berpatokan pada KPI mereka masing-masing. Yang juara, dapat bonus bulanan atau tahunan. Bisa dalam bentuk uang, liburan dan lain sebagainya.
Terus Mendapatkan Dukungan
Dalam kasus Leicester, dukungan dari fans seolah memang tidak pernah berhenti. Biarpun mereka berada dalam posisi terendah dalam kasta liga, fans tetap setia. Membeli tiket dan datang memberi dukungan. Hal inilah yang membuat seolah memang sebuah tim mendapatkan backup tak terhingga. Mereka bermain bukan untuk diri dan tim mereka saja. Tapi juga untuk orang-orang yang mendukung.
Sesal juga, saat ada beberapa (kalau tidak ingin dikatakan banyak) dari fans MU yang tidak henti-hentinya melontarkan kritik terhadap klub yang mereka dukung. Kritik memang membangun. Tapi, kalau kritik itu sudah berupa kecamatan dan nada negatif, maka bisa saja itu jadi preseden buruk. Membeli satu pemain dikritik, menerapkan ball possesion dikritik, memainkan sepakbola negatif dikritik. Lah, kalau terus-terusan dikritik, apa tidak capek jadinya? Memang sih, kalau orang sudah berharap dengan ekspektasi tinggi karena kita adalah pemain bintang, itu akan jadi beban tersendiri. Kalau bermain di bawah standar, pasti kritik dan kecaman akan mengarah kepada kita.
Dalam bisnis juga begitu. Kalau sebagai pemilik bisnis, kita tentu akan dengan senang dan tenang kalau mendapatkan dukungan dari orang tua, istri, anak-anak dan sahabat-sahabat kita. Melihat mereka tersenyum atas mimpi-mimpi kita saja sudah membuat hati bahagia. Apalagi, jika mereka bersedia menyediakan dirinya untuk mendengar dan memberi solusi saat kita mendapat permasalahan dalam bisnis. Kalau dukungan lebih besar lagi, itu datang dari Yang Maha. Kalau Dia sudah mendukung kita, rasa-rasanya apapun mimpi kita tidak akan pernah jadi masalah. Karena Dia bisa melakukan apapun kalau sudah mendukung.
***
Jika memang Leicester bisa hidup dalam iklim kompetisi yang positif tahun depan di Liga Champions, kita akan kembali bertanya, apakah Dongeng itu kembali nyata. Sekarang, tengah malam sudah datang untuk Leicester. Apakah sepatu Kaca-nya akan sirna dengan bergantinya musim? Kitalihat saja nanti.
Selamat kepada Leicester, pamain, manager dan seluruh penggemar Leicester di manapun berada. Hendra, MU Fans.
Selamat kepada Leicester, pamain, manager dan seluruh penggemar Leicester di manapun berada. Hendra, MU Fans.
Sip gan setuju kalo mimpi itu gratis jadi lets dream
ReplyDeleteMakanya, jangan takut bermimpi
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletewahhh gan ane ngga terlalu suka sama bola .__.
ReplyDeletemakanya ane juga ngga tahu siapa itu leicester hehe..
tapi semenjak baca ini,ane jadi tahu leicester itu klub sepak bola XD
Pemiliknya orang Thailand lho gan
DeleteWih mantap, jagoan ane juga tuh leicester :D
ReplyDeleteprediksi ane, kuda hitam ini benar-benar akan juara di pertengahan musim ini gan. Meskipun, sepertinya agak ragu karena tahun lalu mereka berjuang membebaskan diri dari jerat degradasi
Deletekeren emang leicester city, yang bisa dibilang team jauh diunggulkan untuk jadi juara. Tapi kenyatannya team yang di anggap remeh itu jadi Juara. Mantap leicester city (y) salam #GGMU hehe
ReplyDeleteeh. Agan fans Setan Merah juga ternyata. Semoga tahun ini bisa juara piala FA ya di wembley. Aamiin
Deletebener banget gan tangan dingin sang pelatih bisa berpengaaruh sangat besar pada sebuah tim
ReplyDeleteGak sekadar tangan dingin gan. Itu juga dipadu dengan kemampuan pelatih untuk mengayomi anggota skuadnya dengan baik.
Deletewih keren gan dongeng nya :D
ReplyDelete