Beberapa waktu lalu, sempat beberapa teman share soal bisnis Pecel Lelenya yang meledak di awal-awal buka. Di bawah bendera Sambel Setan Bang Udin, Nala dan Desti yang jadi pemilik usaha membuka rahasianya. Beruntung saya bergabung dalam grup yang melibatkan mereka untuk berbagi cerita sukses itu. Bahkan trik bisnis yang mereka sebut "Buka Langsung Laris" juga berhasil saat membuka usaha gerobak Sosis Bakar. Dan dalam waktu singkat sudah memiliki beberapa cabang. Yuk kita Menguak Rahasia Sukses Sambel Setan Bang Udin berikut:
Menurut pengakuan mbak Desti dan Nala, setiap malam warung mereka ramai pengunjung dan selalu habis. Bahkan, jika ada yang berniat untuk membuka cabang, mereka berani menjanjikan keuntungan bersih sekitar 15 juta sebulan. Gila ya?
Nyatanya, cara mereka dalam membuat lapak-nya laris manis adalah metode sederhana. "Branding" harus kuat. Itu kata mereka. Dengan Banner atau spanduk yang dibuat besar dan mencolok. Tulisan yang sangat jelas dan besar, warna ngejreng. Itu yang pertama.
Kedua, membuat penerangan yang tinggi. Artinya, dari jauh sekalipun usaha mereka sudah terlihat. Sehingga, spanduk-spanduk besar tadi jelas akan lebih jelas menawarkan produk yang mereka jual. Apalagi, jika mengacu pada percobaan yang dilakukan oleh Brain Games. Suasana tempat yang terang benderang ternyata mampu membuat nafsu makan lebih tinggi dibandingkan tempat remang-remang. Berarti? Ada kemungkinan pelanggan akan nambah lagi, lagi dan lagi.
Sudah? Itu saja? Sejauh pemahaman saya selain dua hal tadi, memang permainan mereka adalah pada konten. Pada rasa dan kualitas produk makanan yang mereka jual. Beberapa anggota grup yang sudah sempat mencicipi-pun memberi testimoni. "Sambalnya memang mantap!" dan beragam testimoni lain. Yang menurut saya, ketika produk sudah memang bagus ditambah testimoni tunggulah saat keran uang mengalir dengan deras.
Saya belum melihat apakah bisnis ini akan bertahan, dari segi pelanggan, ataukah hanya menjadi pengobat rasa penasaran saja. Hal itu akan bisa terlihat di atas tiga bulan ke depan. Dan sedikit riskan sih, karena mbak Desti dan Nala buru-buru buka cabang di tempat lain. Ya semoga saja bisa bertahan. Karena konten produknya yang bagus.
Berikutnya, adalah tempat yang strategis. Saya tidak sempat mencatat alamat lokasi Sambel Setan Bang Udin. Dari diskusi kemarin, posisi dari rumah makan ini sepertinya cukup strategis. Yang membuat apapaun stoping power-nya, orang akan dengan senang hati untuk berhenti.
Kekuatan Stoping Power.
Sejauh pengamatan saya, terhadap usaha sejenis (kuliner, khususnya pecel lele). Ternyata, rata-rata pemain bisnis ini memang memainkan Stoping power untuk mengundang orang untuk datang dan membeli makanan di sana. Coba saja perhatikan bagaimana spanduk di tenda mereka, bagaimana penerangan mereka. Sehingga, apa yang terjadi pada Sambel Setan Bang Udin sepertinya "hanya" meniru fakta warung pecel lele yang sudah ada. Tapi bedanya mereka mengemasnya bukan dalam bentuk warung tenda.
Namun, jika berbicara stoping power dan semua orang menggunakan itu. Apakah akan berhasil? Ternyata tidak semua. Saya tidak perlu sebutkan mereknya. Tapi kegagalan mereka. Misalnya saja, ada di antaranya yang membuat spanduk berdiri yang beruntun di pinggir jalan. Setiap spanduk berbeda-beda isi tulisannya. Seperti ada gambar-gambar bertulisan menu, atau tulisan seperti "Perlahan-lahan, sebentar lagi ada ....", "Ada yang enak, mampir dong!", "Sst... ini rahasia. Ada warung 10-ribuan", "jangan tengok ke samping, ada yang enak" dan lain-lain.
Ada juga yang sengaja memarkir banyak mobil atau ucapan "selamat atas dibukanya warung ...." di depan warungnya untuk menciptakan kesan bahwa warung mereka rame. Sehingga jadi stoping power yang mengundang orang untuk singgah. Tapi, fakta di lapangan. Tidak sedikit yang enggan untuk singgah.
Justru, yang menarik. Ada yang menggunakan stoping power dengan cara yang berbeda. Tidak dengan tulisan, spanduk, lampu dan lain-lain. Mereka menggunakan aroma makanan, aroma sambel dan lain-lain. Hal ini jauh-jauh lebih dahsyat. Karena yang dirangsang bukan indra penglihatan. Melainkan indra penciuman.
Pernah tidak mengalami ini? Kita penasaran mampir ke sebuah warung makan saat berada di jarak 50 meter dari tempat makan tertentu. Terhadap makanan, gambaran kita tentang enaknya lebih kuat dari indra penciuman daripada indra penglihatan. Owh ini terasinya enak, owh ini bau ayam, owh ini bawang merahnya sedap. Sehingga, lebih terbayang daripada sekadar gambar dan tulisan tentang makanan itu. Masuk akal?
Utamakan konten
Jika mungkin orang akan datang karena karena stoping power kita bagus. Tapi jika rasa masakannya tidak enak (sesuai selera), jangan harap mereka akan kembali lagi di kemudian hari. Kalau enak tapi tidak ada stoping power, mungkin akan memakan waktu lama untuk usaha kuliner itu ramai penunjung. Meski begitu, tetap konten adalah bagian utama yang harus disadari sedini mungkin bagi pebisnis kuliner.
Beberapa warung kuliner untuk target market tertentu, konten produk mereka bukan terletak pada rasa. Melainkan pada volume dan harga. Sehingga, ada warung makan yang terkenal dan ramai dengan porsi besar dan harga yang murah. Rasa? Nomer 3.
Branding tidak sama dengan Stoping Power?
Nah, soal branding saya sudah bicara tentang perbedaannya dengan sales dan marketing di tulisan ini:
Atau saat saya membuat kultwit tentang branding di sini:
Posisi stoping power itu lebih kepada Marketing. Karena fungsinya mendatangkan lead. Saat berhasil, ada orang singgah itulah yang disebut konversi, Sales. Dan jika pengunjung yang datang lagi, lagi dan lagi untuk membeli, itulah fungsi dari branding. Letaknya di mana? Bukan pada merek (seperti Sambel Setan Bang Udin dan sejenisnya), bukan pula pada spanduk, bukan pula pada penerangan.
Tapi Branding itu menyangkut asosiasi dan kesan seorang pelanggan terhadap produk tersebut. Rasa dalam hatinya saat brand identitynya disebut, akan langsung terbayang dengan produknya. Bukan hanya jadi pelanggan, mereka yang rutin membeli produk kita akan siap sedia untuk menjadi pembela jika suatu saat ada pandangan negatif terhadap usaha kita.
Pada beberapa kasus, sebuah brand yang menancap kuat akan membuat pelanggan kalap mata. Tidak peduli lagi dengan kualitas, bahan dan lain sebagainya. Asal merek tertentu, mereka akan beli. Dinaikkan harganyapun, mereka tidak akan bermasalah.
Untuk masalah Branding, sepertinya untuk fakta Sambel Setan Bang Udin akan benar-benar bisa dirasakan saat sudah singgah ke sana, makan dan merasakan suasananya. Jadi, kapan ya mbak Nala sama mbak Desti ngundang buat makan-makan ya?
Nyatanya, cara mereka dalam membuat lapak-nya laris manis adalah metode sederhana. "Branding" harus kuat. Itu kata mereka. Dengan Banner atau spanduk yang dibuat besar dan mencolok. Tulisan yang sangat jelas dan besar, warna ngejreng. Itu yang pertama.
Kedua, membuat penerangan yang tinggi. Artinya, dari jauh sekalipun usaha mereka sudah terlihat. Sehingga, spanduk-spanduk besar tadi jelas akan lebih jelas menawarkan produk yang mereka jual. Apalagi, jika mengacu pada percobaan yang dilakukan oleh Brain Games. Suasana tempat yang terang benderang ternyata mampu membuat nafsu makan lebih tinggi dibandingkan tempat remang-remang. Berarti? Ada kemungkinan pelanggan akan nambah lagi, lagi dan lagi.
Sudah? Itu saja? Sejauh pemahaman saya selain dua hal tadi, memang permainan mereka adalah pada konten. Pada rasa dan kualitas produk makanan yang mereka jual. Beberapa anggota grup yang sudah sempat mencicipi-pun memberi testimoni. "Sambalnya memang mantap!" dan beragam testimoni lain. Yang menurut saya, ketika produk sudah memang bagus ditambah testimoni tunggulah saat keran uang mengalir dengan deras.
Baca Juga: Bakmi Jogja Santap Malam Istimewa
Saya belum melihat apakah bisnis ini akan bertahan, dari segi pelanggan, ataukah hanya menjadi pengobat rasa penasaran saja. Hal itu akan bisa terlihat di atas tiga bulan ke depan. Dan sedikit riskan sih, karena mbak Desti dan Nala buru-buru buka cabang di tempat lain. Ya semoga saja bisa bertahan. Karena konten produknya yang bagus.
Berikutnya, adalah tempat yang strategis. Saya tidak sempat mencatat alamat lokasi Sambel Setan Bang Udin. Dari diskusi kemarin, posisi dari rumah makan ini sepertinya cukup strategis. Yang membuat apapaun stoping power-nya, orang akan dengan senang hati untuk berhenti.
Menguak Rahasia Sukses Sambel Setan Bang Udin
***
Kekuatan Stoping Power.
Sejauh pengamatan saya, terhadap usaha sejenis (kuliner, khususnya pecel lele). Ternyata, rata-rata pemain bisnis ini memang memainkan Stoping power untuk mengundang orang untuk datang dan membeli makanan di sana. Coba saja perhatikan bagaimana spanduk di tenda mereka, bagaimana penerangan mereka. Sehingga, apa yang terjadi pada Sambel Setan Bang Udin sepertinya "hanya" meniru fakta warung pecel lele yang sudah ada. Tapi bedanya mereka mengemasnya bukan dalam bentuk warung tenda.
Namun, jika berbicara stoping power dan semua orang menggunakan itu. Apakah akan berhasil? Ternyata tidak semua. Saya tidak perlu sebutkan mereknya. Tapi kegagalan mereka. Misalnya saja, ada di antaranya yang membuat spanduk berdiri yang beruntun di pinggir jalan. Setiap spanduk berbeda-beda isi tulisannya. Seperti ada gambar-gambar bertulisan menu, atau tulisan seperti "Perlahan-lahan, sebentar lagi ada ....", "Ada yang enak, mampir dong!", "Sst... ini rahasia. Ada warung 10-ribuan", "jangan tengok ke samping, ada yang enak" dan lain-lain.
Ada juga yang sengaja memarkir banyak mobil atau ucapan "selamat atas dibukanya warung ...." di depan warungnya untuk menciptakan kesan bahwa warung mereka rame. Sehingga jadi stoping power yang mengundang orang untuk singgah. Tapi, fakta di lapangan. Tidak sedikit yang enggan untuk singgah.
Justru, yang menarik. Ada yang menggunakan stoping power dengan cara yang berbeda. Tidak dengan tulisan, spanduk, lampu dan lain-lain. Mereka menggunakan aroma makanan, aroma sambel dan lain-lain. Hal ini jauh-jauh lebih dahsyat. Karena yang dirangsang bukan indra penglihatan. Melainkan indra penciuman.
Pernah tidak mengalami ini? Kita penasaran mampir ke sebuah warung makan saat berada di jarak 50 meter dari tempat makan tertentu. Terhadap makanan, gambaran kita tentang enaknya lebih kuat dari indra penciuman daripada indra penglihatan. Owh ini terasinya enak, owh ini bau ayam, owh ini bawang merahnya sedap. Sehingga, lebih terbayang daripada sekadar gambar dan tulisan tentang makanan itu. Masuk akal?
Utamakan konten
Jika mungkin orang akan datang karena karena stoping power kita bagus. Tapi jika rasa masakannya tidak enak (sesuai selera), jangan harap mereka akan kembali lagi di kemudian hari. Kalau enak tapi tidak ada stoping power, mungkin akan memakan waktu lama untuk usaha kuliner itu ramai penunjung. Meski begitu, tetap konten adalah bagian utama yang harus disadari sedini mungkin bagi pebisnis kuliner.
Beberapa warung kuliner untuk target market tertentu, konten produk mereka bukan terletak pada rasa. Melainkan pada volume dan harga. Sehingga, ada warung makan yang terkenal dan ramai dengan porsi besar dan harga yang murah. Rasa? Nomer 3.
Branding tidak sama dengan Stoping Power?
Nah, soal branding saya sudah bicara tentang perbedaannya dengan sales dan marketing di tulisan ini:
Perbedaan Sales, Marketing dan Branding
Atau saat saya membuat kultwit tentang branding di sini:
Ngomongin Branding Yuk
Posisi stoping power itu lebih kepada Marketing. Karena fungsinya mendatangkan lead. Saat berhasil, ada orang singgah itulah yang disebut konversi, Sales. Dan jika pengunjung yang datang lagi, lagi dan lagi untuk membeli, itulah fungsi dari branding. Letaknya di mana? Bukan pada merek (seperti Sambel Setan Bang Udin dan sejenisnya), bukan pula pada spanduk, bukan pula pada penerangan.
Tapi Branding itu menyangkut asosiasi dan kesan seorang pelanggan terhadap produk tersebut. Rasa dalam hatinya saat brand identitynya disebut, akan langsung terbayang dengan produknya. Bukan hanya jadi pelanggan, mereka yang rutin membeli produk kita akan siap sedia untuk menjadi pembela jika suatu saat ada pandangan negatif terhadap usaha kita.
Pada beberapa kasus, sebuah brand yang menancap kuat akan membuat pelanggan kalap mata. Tidak peduli lagi dengan kualitas, bahan dan lain sebagainya. Asal merek tertentu, mereka akan beli. Dinaikkan harganyapun, mereka tidak akan bermasalah.
Baca Juga: Ide Gila Untuk Meledakkan Bisnis
Untuk masalah Branding, sepertinya untuk fakta Sambel Setan Bang Udin akan benar-benar bisa dirasakan saat sudah singgah ke sana, makan dan merasakan suasananya. Jadi, kapan ya mbak Nala sama mbak Desti ngundang buat makan-makan ya?
Menguak Rahasia Sukses Sambel Setan Bang Udin
ini pernah saya alami ketika maen ke bali, ada istilah : ga lengkap rasanya maen ke bali klo blm cicipi Kue Pia Legong" klo pesen 2-3 hari baru dapet krna begitu banyaknya pesenan antrian, sehingga Gimmick yang mereka ciptakan untuk menjual suatu produk sangat bagus dan membuat saya ataupun org lain mungkin akan menjadi penasaran...
ReplyDeleteBerhasil bikin penasaran itu penting sebagai stoping power. urusan rasa itu masalah konten. Kalau urusan kemudian jadi bahan perbincangan dan muncul persepsi "tidak lengkap kalau tidak ke bali kalau tidak beli itu..." maka itu adalah keberhasilan branding.
DeleteKalau bentuk sederhana dari branding kalau kita ke bali itu, adalah kaos Jogger. Rasanya, kalau ke bali belum beli kaos Jogger, kayak ada yang kurang gitu
gan, kira2 apakah suatu gimmick bisa berdampak negatif untuk si produk tersebut??
Deletebisa saja, kalau tidak sesuai dengan DNA bisnisnya. Misalnnya saja, Iwan Fals tiba-tiba hadir di acara INI TALKSHOW. Apa yang kira-kira terjadi?
DeleteBrand Imagenya mungkin akan sedikit terganggu. Karena, untuk acara talkshow biasa aja beliau baru pernah (sejauh yang aku tahu) memenuhi undangan dari Kick Andy
mas Hendra lalu caranya menjadi mitra sambel setan bang udin bagaimana ya? Apakah ada kontak personnya?
Deletecakeeeep betul banget
ReplyDeleteHorraaay
Deletecocok jd inspirasi buat yg pengen jd sprti bang udin hihi
ReplyDeleteya. semoa bisa tertular sukses seperti yang punya warung. Mbak Desti dan Mbak Nala. Bukan Bang Udin lho yah
DeleteWah keren banget, kayaknya sambalnya punya citra rasa yang khas y masbro..
ReplyDeleteMenurut yang testimoni sih gitu
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDeletewah sambel ,jadi pngn cicip soalnya ane juga suka sambel
ReplyDeleteWaah...mereka tidak pelit untuk membagi tips dan trik dalam membangun bisnis...salut dah..kalau zaman sekarang mah susah dapet trik dari orang yang sudah sukses membangun bisnis..
ReplyDeleteYa emang gitu gan. Tapi tetap aja, mereka juga nawarin kerjasama buat kami. Siapa tahu ada di antara kami yang ingin meledak juga bisnis kulinernya dengan cara dan produk Mbak Desti dan Nala tadi.
DeleteMemang sudah seharusnya begitu dalam berbisnis, jangan menyerah dan berusaha seperti bang udin, semoga apa yang sedang ane jalani sekarang berbuah hasil melimpah kelak, salam sukses sobat.
ReplyDeleteSalam sukses juga. Btw, Bang Udin itu cuma merek. Pemiliknya Desti sama Nala
DeleteSeandainya dekat mau juga tuh bang saya maen kesana,kepengen cicipin SAMBAL nya..hahhahahayyy
ReplyDeleteKita buka di Banjarmasin aja bro? Joinan ajah
DeleteWah kalau dalam berusaha ya memang jangan sampai menyerah gan.. karena biasanya susah didepan pasti bahagia dibelakang.
ReplyDeleteKalau nyerah, gak akan ketemu gan suksesnya. Kabarnya, sukses itu formula dari 99 kegagalan dan satu keberhasilan. entah betul atau tidak
DeleteHebat warung ini, sangat menginspirasi sekali. Saya juga pingin sukses seperti cerita yang ada di artikel ini..
ReplyDeleteane doain, semoga agan juga sukses kayak pemilik warung sambel bang udin. Aamiin....
Deletewah dapet inspirasi nih, makasih gan, peluang buat bikin usaha makin deket
ReplyDeletesama-sama.
DeletePatut di contoh dalam membuka usaha,
ReplyDeleteyang bisa saya kutip disini adalah, selain membuat nama yang unik, juga harus berani memberikan kepuasan kepada pelanggan juga harus berani untuk mengeluarkan modal yang lumayan waw.
Contohnya pada fasilitas penerangan tadi, biaya listrik kan sekarang makin mahal. Satu lagi kebenaran dari pepatah yang mengatakan sukses itu mudah asal ada kemauan yang kuat :D
Biaya tinggi tidak akan pernah jadi masalah. Kalau dapat pemasukannya juga gede. Berbanding lurus aja lah
DeleteKonten Berkualitas dan Branding yang Kuat adalah Strategi bisnis yang perlu dimiliki. Bener kalo terkadang di pinggir jalan ada stopping power seperti 500 meter lagi ada ... enak dan murah. saya pun kadang melihat hal demikian, dan sering tidak mampir jika kontennya tidak mendukung.
ReplyDeleteThanks Sharingnya
iya. kalau rasa makananya biasa aja, tentu kita tidak akan kembali lagi. Sekadar buat nyoba aja mampir pertama itu..
Deletesambel setan gan??gak kebayang gimana pedas nya... :o
ReplyDeleteKayaknya sampai harus bilang: "setaaan, pedes banget setaan!!!"
DeleteAq sih bukan pecinta sambal dan pedas ya, tapi klo liat warung yang rame suka penasaran.. hehe..
ReplyDeleteNamanya bang udin ini kayaknya sangat populer dimana-mana..
sudah jadi rahasia umum, kalau warung rame ada kemungkinan enak. Kalu rame yang pakai motor atau tukang becak, berarti kemungkinan harga murah, volume banyak. Kalau yang banyak ngumpul mobil-mobil, biasanya dari segi rasa, pelayanan dan suasananya bagus.
DeleteBtw, soal Udin. Pemilihan nama ini sepertinya sengaja. Kali aja terpengaruh sama prokem: UDIN SEDUNIA
bener tuh gan, coba deh pasang banner yang besar dan menarik. pasti pada pengen tau dan nyoba apa yang di tawarkan banner itu. Btw tempatnya dimana ya? kaya nya enak tuh ts setan.. eeeh sambel setan :D
ReplyDeleteDi Ciputat ada, jombng jug d cabangny
Deletejadi pengen nyobain, dan kapan2 saya bakan berkunjung ke tempat ini
ReplyDeletejangan lupa kalau udah nyobain, di share ya pengalamannya gan
ReplyDeleteAjib gan mantra-mantra nya wkwkwkwk, siapa tau nanti di masa depan kalau jadi wirausahawan bisa di terapkan mantra bang Udin wkwkwk
ReplyDeletemantra? bisa aja nt gan
Deletesangat memotivasi ya gan, artikelnya juga bagus :D
ReplyDeleteAlhamdulillah. Aemoga bermanfaat
DeleteMas hendra lalu bagaimana caranya bermitra dengan sambel setan, apakah ada kontak personnya?
ReplyDeleteAda mbak...
Deletesaya mau juga mas contact nya. mohon di info yah
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete