Istri Saya, beberapa waktu lalu pergi ke pasar untuk membeli sebuah mesin setrika. Saat berada di pasar, dia harus menunggu lama untuk ditanggapi oleh penjual alat elektronik. Karena sepertinya, pedagang itu sedang sibuk dengan orang lain. Bagi sebagian orang, saat datang dan ingin membeli sesuatu di pasar. Tinggal panggil pembelinya lalu bertanya secara langsung soal barang yang ingin dibeli. Umumnya, mereka akan dapat langsung respon. Mungkin karena istri saya suaranya tidak terlalu besar agar didengar atau lebih tepatnya, dia bukan tipe orang yang dominan kalau berurusan dengan orang lain. Jadilah akhirnya untuk urusan itu dia "dikacangin".
![]() |
Ini bukan istri saya, cuma untuk ilustrasi |
Dan pada akhirnya, di hari itu dia tidak jadi beli mesin setrika. Bukan rezeki pedagang itu tuh.
Ngomong-ngomong soal "dikacangin", tadi malam saya juga sempat mengalaminya. Saat membeli kacang rebus di pasar Karang Rejo. Asli deh. Beberapa kali saya panggil penjualnya yang sedang asyik membantu pedagang lainnya menjual dan membuat pentol goreng. Kalau bukan karena pengen kacang, saya akan tinggalkan pedagang itu.
Pernah mengalami hal serupa? Barangkali, ini sering terjadi di daerah tertentu yang pedagangnya tidak terlalu peduli dengan calon pembelinya. Sehingga lebih memilih sibuk dengan urusan lain. Semisal lebih sibuk dengan bahan rumpian-nya atau bahkan sibuk bermain game (saya pernah temui). Ini sebenarnya mau jualan apa tidak sih?
Untuk beberapa fakta, seperti yang sering juga saya temukan di pameran di Banjarmasin/ Banjarbaru. Para penjaga stand lebih sering pasif untuk melakukan prospek kepada calon pelaggannya. Entah karena sibuk dengan urusan lain, atau karena malas sebab ia merasa terjebak dalam pekerjaan itu.
Berbeda dengan apa yang kami (saya dan istri) sebelumnya saat sedang mencari smartphone baru di Duta Mall Banjarmasin. Saat memasuki salah gerai handphone, kami seolah-olah dikejar sama sales-man. Kami pergi ke bagian IPhone dia ikuti. Kami lari ke LG dia ikuti. Kami hampiri Sony, dia mendekat. Sampai akhirnya kami mentok di bagian Lennovo dia-pun sudah bersiap dengan kuda-kuda jualannya.
Karena merasa risih dikuntit terus, kami memutuskan untuk meninggalkan gerai itu. Dengan sedikit basa-basi soal salah satu varian dari merk Lennovo. Dan anda pasti paham, tak sampai 5 menit kami sudah pergi dan tidak membeli apapun di gerai itu.
Menurut saya, sales-man ini terlalu agresif sehingga membuat kami merasa takut. Entah karena dia sedang berada dalam target yang besar ataukah curiga kalau kami adalah teroris. Aduh!
Walau kemudian saya sadar. Bahwa kondisi seperti ini juga sering saya temukan saat berkunjung ke Tanah Abang ataupun Pekan Raya Jakarta. Tapi, di Gerai Handphone Duta Mall ini menurut saya keterlaluan. Sebagaimana keterlaluannya orang yang menawarkan tanah kepada kami. Yang hampir setiap jam dihubungi.
***
Saya tidak berupaya untuk membuat argumen dengan cerita di atas. Bahwa profesi penjual itu tidak baik. Karena pada faktanya, sayapun adalah seorang penjual. Seorang Sales-man, seorang marketing.
Menurut hemat saya, seorang penjual tidak boleh terlalu pasif. Tidak juga terlalu agresif meng-konversi lead mereka menjadi buyer. Karena biar bagaimanapun seperti yang sudah pernah saya singgung sebelumnya, orang itu tidak suka dijualin. Tapi mereka senang belanja.
Itu sifat alamiah manusia.
Coba jawab, saat anda subscribe layanan email tertentu dan penyedia layanan tersebut mengirimkan anda email setiap hari apa yang anda rasakan? Meski tidak secara langsung menawarkan produk, tapi saya sendiri merasa risih jika harus mendapat email setiap hari. Apalagi, jika setiap kirim email, isinya adalah jualan. Paling lama bertahan, marketer seperti ini dapat pelanggan selama satu bulan. Bulan berikutnya, lebih banyak orang yang akan unsubscribe.
Lebih parah lagi, jika anda tidak merasa subscribe tapi tiba-tiba dapat email semacam itu. Jadinya, kita seolah-olah hadir di listing email mereka sebagai pasar saja. Yang setiap harinya harus membuang email-email tersebut ke folder spam karena merasa itu tidak pernah kita butuhkan.
Sebagian yang tidak terlalu peduli dengan email, mungkin akan merasakanya saat terus mendapatkan broadcast BBM atau tag di akun facebook terhadap produk jualan tertentu. Kita jadi objek jualan, pada produk yang tidak ingin kita beli.
Sebagai seorang penjual, apakah saya tidak pernah melakukan ini? Pernah, tapi ujung-ujungnya saya taubat karena merasa metode ini tidak efektif. Meskipun tetap ada yang terjual di lapak saya. Jangankan jualan langsung, update status yang terlalu sering saja sudah banyak teman yang menekan tombol unfriend, block ataupun delcon. Apalagi kalau setiap momen saya lakukan hard selling.
***
Ini adalah keresahan saya sebagai seorang pembeli sekaligus penjual. Ada beberapa metode yang menurut saya bisa jadi jadikan sebagai sarana untuk berjualan yang efektif dan efisien. Salah satu metode itu adalah covert selling. Semoga kita bisa bahas di kesempatan lain.
Yang pernah saya tulis, adalah soal story selling. Boleh dibaca sebagai salah satu referensi. Berikut linknya:
Sumber Gambar: Kontan
Comments
Post a Comment