Dingin. Malam ini benar-benar dingin. Seolah dia melakukan balas dendam terhadap siang yang teramat terik. Walau begitu, inilah sifat alamiah dari semesta. Hukum alam. Dia sengaja menyimpan dingin agar bisa keluar di saat setiap manusia harus beristirahat dari hari yang lelah.
Ada hukum sebab-akibat yang selalu terjadi di dunia ini. Hukum itu dapat terjadi konstan ataupun melalui proses yang tidak singkat. Jika kita kerja, maka kita akan mendapatkan bayaran. Tidak ada istilahnya, simsalabim tanpa proses kerja kita bisa mendapatkan uang begitu saja.
Namun, ada saja ternyata di antara kita orang-orang yang punya anggapan itu. Tanpa kerja, kita bisa mendapatkan uang yang lebih banyak hanya dengan mendatangi seseorang yang memiliki kesaktian. Menggandakan uang misalnya. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Setor uang sekian rupiah, lalu berharap uangnya dapat beranak pinak melalui perantaraan si kanjeng.
Hanya orang-orang malas yang berharap demikian. Sedikit pengorbanan berharap mendapatkan hasil yang berlipat. Kawan saya, pernah menyebut orang-orang malas ini sudah terkena instant society syndrome. Sindrom ingin segalanya berhasil dengan cara yang instan.
Syndrom ini justru terjadi bukan kali ini saja. Tapi seperti terus berulang. Seolah tidak akan pernah hilang kecuali dunia telah kiamat.
Tentu saja kita masih ingat bagaimana skema ponzi begitu menggegerkan Indonesia kala Dream For Freedom atau yang lebih kita kenal sebagai D4F, saat para pelakunya merasa ditipu. Padahal, mereka hanya terjebak dengan iming-iming mendapatkan cashback yang melebihi bunga deposito itu. Bagaimana tidak, 30% uang kembali itu akan membuat seluruh uang yang telah kita "investasikan" bakal utuh kembali dalam jangka waktu tiga hingga empat bulan.
Skema ponzi dari D4F hanyalah kelanjutan dari apa yang terjadi melalui MMM, atau yang terjadi di Kalimantan Selatan berupa investasi "ustadz pengusaha" Lihan dan Voucher beberapa tahun ke belakang. Tidak jera? Sepertinya tidak. Dan Para pelakunya -termasuk yang sudah bangkrut gegara skema bisnis ini- seolah mendapatkan angin segar seiring dengan bertambahnya persentase keuntungan yang diiming-imingkan. Sekali lagi, mereka sedang terjangkit instant society syndrome.
Mematikan? Tidak. Hanya membuat kita yang berakal sehat geleng-geleng kepala. Koq bisa ya terjebak dalam lubang yang sama berkali-kali? Tapi begitulah adanya. Seperti tidak ada habisnya.
"saya hanya memanfaatkan momentum. Mumpung masih awal-awal. Jadi modal kita akan balik lebih cepat. Tidak ada ruginya" seorang keluarga kawan berkomentar.
Saya hanya terdiam dan tidak lagi memiliki jawaban atas pernyataan semacam itu. Sebagaimana diamnya saya, saat ada seminar yang membawa prokem: "cara cepat jadi pengusaha. Bisnis jalan owner-nya jalan-jalan". Ini orang jualan seminar atau mau ngajarin bisnis yang bener? Bisnis koq dibuat instan begitu? Mungkin ada yang berhasil, namun setelah kegagalan berulang yang memang lumrah terjadi di dunia bisnis.
Instant Society Syndrome ini sebenarnya tidak hanya terjadi dalam ranah investasi dan dunia usaha. Tapi juga di dunia pendidikan, dunia hiburan dan politik.
Fenomena Kunci Jawaban UN, Akademi Fantasi, Indonesian Idol sampai mahar politik sudah cukup untuk menjelaskan itu semua. Bahwa level parahnya syndrom itu sudah mencapai titik akut. Padahal, sesuatu yang terlampau cepat di dapatnya akan cepat pula hilangnya. "Easy come, Easy go" kata sebuah pepatah.Tidak perlu diijelaskan di sini untuk menyebut satu persatu artis dan politisi instan yang tidak tahan lama di bisnis hiburan dan panggung politik.
Pantaslah pula, jika bahasa iklan "cara cepat menjadi langsing", "jurus jitu pengusaha", "40 hari jadi programmer", "tinggi dan putih dalam sebulan" dan beragam penawaran dengan kalimat sensasional menjadi satu trik yang menggiurkan dalam mendapatkan pelanggan. Karena, kita suka masalah dalam diri kita bisa selesai dengan instan. Padahal, kan tidak begitu.
Kalau ditanya kepada saya kenapa? Saya tidak tahu. Mungkin ada yang bisa menjawabnya. Apakah karena teknologi bergerak maju begitu cepat sehingga zaman juga berubah dengan sangat kencang. Apakah karena doraemon begitu mempengaruhi hidup kita kala dulu terlampau sering menonton film kartunnya? Atau jangan-jangan karena kita terlalu sering makan Mie Instant?
Entahlah. Boleh jadi itu juga salah satu sebabnya.
Yang jelas, karena malam yang sudah terlampau dingin. Aku tidak ingin malam ini tidur dengan instan karena menahan berat mata untuk begadang. Jujur saja, efek obat flu ini membuat kantukku bertambah-tambah.
Ada hukum sebab-akibat yang selalu terjadi di dunia ini. Hukum itu dapat terjadi konstan ataupun melalui proses yang tidak singkat. Jika kita kerja, maka kita akan mendapatkan bayaran. Tidak ada istilahnya, simsalabim tanpa proses kerja kita bisa mendapatkan uang begitu saja.
Namun, ada saja ternyata di antara kita orang-orang yang punya anggapan itu. Tanpa kerja, kita bisa mendapatkan uang yang lebih banyak hanya dengan mendatangi seseorang yang memiliki kesaktian. Menggandakan uang misalnya. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini. Setor uang sekian rupiah, lalu berharap uangnya dapat beranak pinak melalui perantaraan si kanjeng.
Hanya orang-orang malas yang berharap demikian. Sedikit pengorbanan berharap mendapatkan hasil yang berlipat. Kawan saya, pernah menyebut orang-orang malas ini sudah terkena instant society syndrome. Sindrom ingin segalanya berhasil dengan cara yang instan.
Syndrom ini justru terjadi bukan kali ini saja. Tapi seperti terus berulang. Seolah tidak akan pernah hilang kecuali dunia telah kiamat.
Tentu saja kita masih ingat bagaimana skema ponzi begitu menggegerkan Indonesia kala Dream For Freedom atau yang lebih kita kenal sebagai D4F, saat para pelakunya merasa ditipu. Padahal, mereka hanya terjebak dengan iming-iming mendapatkan cashback yang melebihi bunga deposito itu. Bagaimana tidak, 30% uang kembali itu akan membuat seluruh uang yang telah kita "investasikan" bakal utuh kembali dalam jangka waktu tiga hingga empat bulan.
Skema ponzi dari D4F hanyalah kelanjutan dari apa yang terjadi melalui MMM, atau yang terjadi di Kalimantan Selatan berupa investasi "ustadz pengusaha" Lihan dan Voucher beberapa tahun ke belakang. Tidak jera? Sepertinya tidak. Dan Para pelakunya -termasuk yang sudah bangkrut gegara skema bisnis ini- seolah mendapatkan angin segar seiring dengan bertambahnya persentase keuntungan yang diiming-imingkan. Sekali lagi, mereka sedang terjangkit instant society syndrome.
Mematikan? Tidak. Hanya membuat kita yang berakal sehat geleng-geleng kepala. Koq bisa ya terjebak dalam lubang yang sama berkali-kali? Tapi begitulah adanya. Seperti tidak ada habisnya.
"saya hanya memanfaatkan momentum. Mumpung masih awal-awal. Jadi modal kita akan balik lebih cepat. Tidak ada ruginya" seorang keluarga kawan berkomentar.
Saya hanya terdiam dan tidak lagi memiliki jawaban atas pernyataan semacam itu. Sebagaimana diamnya saya, saat ada seminar yang membawa prokem: "cara cepat jadi pengusaha. Bisnis jalan owner-nya jalan-jalan". Ini orang jualan seminar atau mau ngajarin bisnis yang bener? Bisnis koq dibuat instan begitu? Mungkin ada yang berhasil, namun setelah kegagalan berulang yang memang lumrah terjadi di dunia bisnis.
Instant Society Syndrome ini sebenarnya tidak hanya terjadi dalam ranah investasi dan dunia usaha. Tapi juga di dunia pendidikan, dunia hiburan dan politik.
Fenomena Kunci Jawaban UN, Akademi Fantasi, Indonesian Idol sampai mahar politik sudah cukup untuk menjelaskan itu semua. Bahwa level parahnya syndrom itu sudah mencapai titik akut. Padahal, sesuatu yang terlampau cepat di dapatnya akan cepat pula hilangnya. "Easy come, Easy go" kata sebuah pepatah.Tidak perlu diijelaskan di sini untuk menyebut satu persatu artis dan politisi instan yang tidak tahan lama di bisnis hiburan dan panggung politik.
Pantaslah pula, jika bahasa iklan "cara cepat menjadi langsing", "jurus jitu pengusaha", "40 hari jadi programmer", "tinggi dan putih dalam sebulan" dan beragam penawaran dengan kalimat sensasional menjadi satu trik yang menggiurkan dalam mendapatkan pelanggan. Karena, kita suka masalah dalam diri kita bisa selesai dengan instan. Padahal, kan tidak begitu.
Kalau ditanya kepada saya kenapa? Saya tidak tahu. Mungkin ada yang bisa menjawabnya. Apakah karena teknologi bergerak maju begitu cepat sehingga zaman juga berubah dengan sangat kencang. Apakah karena doraemon begitu mempengaruhi hidup kita kala dulu terlampau sering menonton film kartunnya? Atau jangan-jangan karena kita terlalu sering makan Mie Instant?
Entahlah. Boleh jadi itu juga salah satu sebabnya.
Yang jelas, karena malam yang sudah terlampau dingin. Aku tidak ingin malam ini tidur dengan instan karena menahan berat mata untuk begadang. Jujur saja, efek obat flu ini membuat kantukku bertambah-tambah.
Comments
Post a Comment