![]() |
salah satu poster yang terpampang di jalan-jalan |
Sejak di Amuntai, sekitar tanggal 27 November saat jalan-jalan bersama anak-anak dan istri melihat banner sejenis ini yang tersebar di banyak titik kota. Bahkan hingga ke Alabio.
Awalnya, saya mengira ini hanya semacam poster untuk mengingatkan warga Kalimantan Selatan bahwa mereka juga memiliki pahlawan. Yang anehnya memang, banner-banner ini tidak dipasang bertepatan dengan momentum hari pahlawan. Telat mungkin ya... Aku pikir.
Saat kembali ke Banjarbaru, di jalan sudah tersebar sepanjang titik-titik strategis mulai dari Pantai Hambawang, Kandangan, Rantau, Binuang, Martapura. Sampai pada satu ketika bersama seorang kawan berangkat ke Banjarmasin, makin banyak bertemu poster ini. Dan foto yang dipasang bukan hanya Hasan Basri, Idham Chalid dan Pangeran Antasari, namun hampir semua pahlawan Nasional.
Tidak jelas siapa yang memasang. Dana dari mana. Dan ada agenda apa sebenarnya. Karena tidak tertera siapa di balik banner ini. Sebab memang anonim. Tanpa nama.
Sempat berujar dengan teman soal berapa anggaran yang harus dikeluarkan untuk mencetak, merangkai sampai memasangnya.
Untuk cetak saja, dengan ukuran 1x1,5 meter, per pcs spanduk saja biayanya sekitar 30rb (dengan anggaran 20rb permeter). Dikalikan kira-kira 200 banner, sekiranya 6 juta rupiah harus dikeluarkan. Ditambah kayu bingkai dan upah pasang, bisa saja dana yang diperlukan berkisar 12-15 juta.
Okelah. Dari kisaran dana seperti itu, anonim yang saya perkirakan adalah seorang individu, bukan ormas atau lembaga pemerintahan. Bukan partai atau tokoh politik. Karena kita tahu lah, kalau partai atau tokoh politik pasti ada logo partai ataupun foto tokoh itu yang disandingkan ke dalam poster.
Teman saya mengira. Mungkin ini pekerjaannya tentara. Walau pada akhirnya, saat mengamati wall Facebook teman yang bekerja di pemerintah kota Banjarbaru, ada agenda upacara Akbar soal Bhineka Tunggal Ika. Dan tidak hanya di Banjarbaru, beberapa kota juga begitu. Dengan melibatkan polisi, anak-anak sekolah dan santri. Eh, selain upacara ternyata ada dangdutan juga.
Sebagian rasa penasaran dan perkiraan saya sepertinya mulai terjawab. Seolah memang ini adalah respon atas kondisi perpolitikan yang muncul dalam dua bulan belakangan ini. Soal pejabat tingkat provinsi yang -oleh media disebut" menjadi terduga penista Agama. Kampanye soal persatuan, Bhineka Tunggal Ika dan sejenisnya memang menghiasi banyak media baik elektronik, maupun media sosial.
Saya sendiri tidak terlalu sepakat dengan kalimat di poster itu. Bahwa para pahlawan ini "Gugur, Berjuang untuk Indonesia". Karena pada faktanya, ada beberapa foto pahlawan yang justeru berjuang sebelum lahirnya nama Indonesia. Kalian tahu sendiri lah jika membaca sejarah Pangeran Antasari atau Panglima Dipenogoro misalnya. Apalagi, ada juga foto Kartini. Alahmak! Koq bisa?
Di luar daripada itu, saya menilai. Bahwa siapapun yang membuat dan memasang poster dan menyelenggarakan acara itu bermaksud meredam gejolak politik yang bisa saja meledak saat atau pasca aksi 212 bela Islam jilid III.
Satu hal saja yang membuat analisa saya sedikit mengabur. Seorang kawan saya tanyakan usai rapat di Banjarmasin perihal ini. Dia bilang banyak orang yang disuruh pakai ikat kepala merah putih, karena untuk memperingati tragedi G30SPKI.
Sekilas masuk akal. Namun dalam perjalanan saya kembali berpikir. Lho... Bukannya tragedi yang menewaskan dewan Jendral itu terjadi di bulan September?
Argh! Sepertinya saya kurang duit. Eh kurang Akua. Itu maksud saya.
HendraMadjid.com
Comments
Post a Comment