Saat hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin 'auf meninggalkan hartanya di Mekkah. Sehingga, untuk memulai bisnis di Madinah dia harus dari nol lagi.
Salah seorang sahabat kaum Anshar lalu menawarinya sebidang tanah dan seorang istri (untuk diceraikan lalu dinikahi Abdurrahman) tapi dia menolaknya dengan halus. Sembari berazam akan meminang seorang gadis Madinah dengan emas seberat kurma.
Ringkas cerita. Saat itu Abdurrahman memulai Bisnis dengan datang ke pasar. Dia cari orang jualan unta untuk kemudian dijual kembali. Pada awalnya, hanya membantu menjual unta untuk mendapatkan fee penjualan. Hingga terkumpul uang untuk membeli seekor unta lalu dia jual sendiri.
Menariknya, saat sudah mampu menjual sendiri unta. Abdurrahman malah menjual unta tersebut dengan harga modal. Tentu saja laris manis. Karena orang-orang yang sudah tahu harga pasaran unta pasti akan memilih membeli kepada Abdurrahman bin Auf.
Lha... Kalau jual dengan harga modal, di mana untungnya? Kerja bakti kan gitu?
Ternyata. Abdurrahman juga menjual tali kekang. Di mana saat dia menjual unta, ditawarkannya pula tali kekang beraneka warna dan rupa kepada pembeli tersebut. Dan benar saja, karena dagangan untanya laris manis demikian pulalah dengan tali kekangnya. Bahasa kami, biar kalah di "Acan" biar menang di "asam".
Dan kabarnya, beliau tidak pernah menolak untung yang sedikit dan bermain jual beli cash. Tidak kredit.
Dan kita tahu, sosok Abdurrahman bin Auf ini dikenal sebagai seorang pebisnis bertangan emas. Apa aja yang dijual laku. Kekayaannya melimpah sampai-sampai kabarnya masuk surga telat karena saking banyaknya harta yang harus dipertanggungjawabkannya.
Pelajaran moral,
1. Abdurrahman berbisnis tanpa modal (uang) karena dia sadar, dirinya sendiri adalah modal terbesar yang diberikan Allah
2. Abdurrahman pandai sekali membuat "kolam". Mencari target market yang pas untuk berjualan pelana unta dengan menjual unta menggunakan harga modal.
3. Kemampuan menjual adalah kemampuan dasar yang wajib dimiliki oleh seorang pebisnis. Tanpa itu, sulit rasanya untuk bisa berkembang. Walau, produk kita bagus, tapi kalau tidak bisa menjual ya percuma saja.
4. Jangan tergiur dengan hitung-hitungan profit. Kalau profit satu barang sedikit, tidak mengapa. Asal faktor kalinya banyak. Budayakan pula untuk cash basic bisnis.
Cerita ini memberi pelajaran secara pribadi kepada saya. Bahwa, kalau mau bisnis coblah ikuti prototipe yang memang sudah teruji. Seperti saat saya ingin punya bisnis properti. Saya belajar dengan menjual kavling. Dari Kavling murah 8 jutaan di Liang Anggang, 50-jutaan di cempaka dan perumahan syariah 180jt di golf.
Makin sering jualan. Sering klosing, secara tidak langsung akan mengasah intuisi bisnis saya secara pribadi. Dan saya sih bilang ke diri sendiri: mustahil dapat memulai bisnis karena hanya ingin gaya-gayaan saja disebut sebagai pengusaha. Seperti apa yang terjadi dulu saat saya memulai bisnis sejak masih kuliah. Tidak mengapa jika baru memulai di usia 30-an. Gak dosa koq kalau jadi karyawan.
Betul opo betul?
Banjarbaru, 22 Februari 2017
Usai diposting di akun Facebook saya: Hendra abtusman
Salah seorang sahabat kaum Anshar lalu menawarinya sebidang tanah dan seorang istri (untuk diceraikan lalu dinikahi Abdurrahman) tapi dia menolaknya dengan halus. Sembari berazam akan meminang seorang gadis Madinah dengan emas seberat kurma.
Ringkas cerita. Saat itu Abdurrahman memulai Bisnis dengan datang ke pasar. Dia cari orang jualan unta untuk kemudian dijual kembali. Pada awalnya, hanya membantu menjual unta untuk mendapatkan fee penjualan. Hingga terkumpul uang untuk membeli seekor unta lalu dia jual sendiri.
Menariknya, saat sudah mampu menjual sendiri unta. Abdurrahman malah menjual unta tersebut dengan harga modal. Tentu saja laris manis. Karena orang-orang yang sudah tahu harga pasaran unta pasti akan memilih membeli kepada Abdurrahman bin Auf.
Lha... Kalau jual dengan harga modal, di mana untungnya? Kerja bakti kan gitu?
Ternyata. Abdurrahman juga menjual tali kekang. Di mana saat dia menjual unta, ditawarkannya pula tali kekang beraneka warna dan rupa kepada pembeli tersebut. Dan benar saja, karena dagangan untanya laris manis demikian pulalah dengan tali kekangnya. Bahasa kami, biar kalah di "Acan" biar menang di "asam".
Dan kabarnya, beliau tidak pernah menolak untung yang sedikit dan bermain jual beli cash. Tidak kredit.
Dan kita tahu, sosok Abdurrahman bin Auf ini dikenal sebagai seorang pebisnis bertangan emas. Apa aja yang dijual laku. Kekayaannya melimpah sampai-sampai kabarnya masuk surga telat karena saking banyaknya harta yang harus dipertanggungjawabkannya.
Pelajaran moral,
1. Abdurrahman berbisnis tanpa modal (uang) karena dia sadar, dirinya sendiri adalah modal terbesar yang diberikan Allah
2. Abdurrahman pandai sekali membuat "kolam". Mencari target market yang pas untuk berjualan pelana unta dengan menjual unta menggunakan harga modal.
3. Kemampuan menjual adalah kemampuan dasar yang wajib dimiliki oleh seorang pebisnis. Tanpa itu, sulit rasanya untuk bisa berkembang. Walau, produk kita bagus, tapi kalau tidak bisa menjual ya percuma saja.
4. Jangan tergiur dengan hitung-hitungan profit. Kalau profit satu barang sedikit, tidak mengapa. Asal faktor kalinya banyak. Budayakan pula untuk cash basic bisnis.
Cerita ini memberi pelajaran secara pribadi kepada saya. Bahwa, kalau mau bisnis coblah ikuti prototipe yang memang sudah teruji. Seperti saat saya ingin punya bisnis properti. Saya belajar dengan menjual kavling. Dari Kavling murah 8 jutaan di Liang Anggang, 50-jutaan di cempaka dan perumahan syariah 180jt di golf.
Makin sering jualan. Sering klosing, secara tidak langsung akan mengasah intuisi bisnis saya secara pribadi. Dan saya sih bilang ke diri sendiri: mustahil dapat memulai bisnis karena hanya ingin gaya-gayaan saja disebut sebagai pengusaha. Seperti apa yang terjadi dulu saat saya memulai bisnis sejak masih kuliah. Tidak mengapa jika baru memulai di usia 30-an. Gak dosa koq kalau jadi karyawan.
Betul opo betul?
Banjarbaru, 22 Februari 2017
Usai diposting di akun Facebook saya: Hendra abtusman
Comments
Post a Comment