Kata "Sabar" adalah kata yang mudah diketikkan, dilafadzkan dan disandingkan dengan berbagai macam kata pengiringnya. Namun, amal dan konsekwensinya tidaklah mudah.
Oleh: Hendra Madjid
***

Dua malam tiga hari tanpa tidur, memang membuat kondisi siapapun yang tidak terbiasa. Drop, tanpa tenaga. Biarpun telah makan kenyang, tapi apa lacur tubuh tak tertahan. Demam tinggi selama tiga hari adalah gejala thypus. Mungkin tak akan sampai membawa kematian ke pangkuannya. Namun, tak ada seorang kawanpun yang menengok membuatnya berpikir. "Ah, mungkinkah aku akan mati tanpa ada seorangpun yang tahu?".
Di hari ketiga. Seorang aktifis lain yang baru masuk kost itu datang menghampiri kamar pemuda tadi. Mereka memang tak terlalu saling kenal. Karena aktifis lain itu menghabiskan masa mahasiswanya di kota yang berbeda. Saat Irfan, nama aktifis itu memegang dahi pemuda tadi dia takjub. Kenapa hingga saat ini baru dia yang tahu bahwa ada Sahabat Perjuangan-nya tersungkur tak berdaya. Diberilah air serta madu untuk meredakan sakit. Dibeli sebungkus nasi untuk mengisi tenaga pemuda tadi.
Air mata pemuda ini meleleh menganak sungai. Satu sisi mengutuki kawan-kawan lain yang acuh-tak-acuh dengan kondisinya. Di sisi lain, haru biru cinta seorang saudara seiman ini begitu menjadi. Sang pemuda sembuh dan melanjutkan banyak aktifitas. Sementara tujuh tahun berselang, Irfan lah yang telah dulu berpulang. Allah berkehendak lain.
***
Beberapa tahun berselang setelah kesembuhannya, sepupu pemuda tadi jatuh sakit. Sakit aneh yang belum pernah terjadi sebelumnya di kampung. Anemia aplastic. Sebuah kondisi dimana sel-sel darah merah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Lalu dimakan sel darah putih. Kalau tidak salah, penyakit ini kurang lebih leukimia. Cuma Leukimia yang rusak adalah sel darah putihnya.
Selama beberapa hari, kantong-kantong darah masih bisa tersedia dari pemuda, saudarinya, ayahnya dan beberapa anggota keluarga lain. Tapi kondisi 'Aisyah tidak membutuhkan lebih banyak darah golongan B.
Tak berpikir terlalu panjang, yang diingat pemuda tadi hanyalah pertolongan Allah. Usai mengetik beberapa saat, sebuah pesan singkat dikirim ke beberapa kontak yang dia miliki. Waktu menunggu tidak berakhir lama. Pesan singkat dan telpon mulai masuk. Ternyata SMS tadi disebar ulang oleh kontak sesama aktifis yang dimilikinya. Subhanallah....
Sebagian aktifis yang dulu dia kutuki di pembaringan sakitnya malah ikut menyumbangkan darah. Astaghfirullah... hati pemuda ini meradang. Ampuni salahku dahulu ya Allah... Beberapa aktifis yang menyumbang bahkan datang dari Banjarbaru. Sekira 35 kilometer dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin, Banjarmasin. Lebih dari tigapuluh kantong darah terkumpul. Tak ada kata yang bisa diucap si pemuda tadi selain maaf dan terima kasih.
Dokter yang menangani 'Aisyah sebenarnya punya solusi lain yang lebih baik. Yakni melakukan operasi sumsum tulang belakang. Agar produksi sel darah merahnya bisa kembali normal. Bagi orang kampung seperti kami, kesembuhan adalah hal utama. Namun, biaya tetap yang menjadi pertimbangan. Mana mungkin pula, petani seperti Uwak Muhammad mampu menjalankan proses pengobatan di Singapura? Cara satu-satunya agar 'Aisyah tetap bertahan adalah tranfusi darah.
Beberapa hari berselang. Tranfusi darah tetap dilakukan. Namun Allah berkata lain. Sebesar apapun usaha manusia, jika Allah telah berkehendak, itulah yang akan terjadi. 'Aisyah meregang nyawa. Abdullah, Sang suami hanya terlihat pasrah. Wajah kusutnya tak bisa menyembunyikan bahwa dia sendang mengalami kesedihan dahsyat. Upaya menjadi orang-tua tunggalpun harus dia jalani atas bayi yang baru beberapa bulan ini lahir ke dunia.
***
Hari ini, pemuda tadi baru datang ke rumah sakit yang sama. RSUD Ulin. Di hadapannya tergolek tubuh mungil dengan tiga selang di hidungnya. Satu untuk dihubungkan dengan paru-paru untuk menyedot lendir. Dua lainnya terhubung sebagai alat bantu nafas. Badannya kurus karena lebih dari dua tahun ini menyandang derita. Bahkan dia di sana telah beberapa bulan. Padahal, seharipun jika harus di rumah sakit, itu sungguh berat.
Saat pemuda ini baru datang nafas adik kecil ini serak terdengar. Sebagai sebuah penderitaan yang ingin segera berakhir. Pemuda ini bingung harus membuat apa. Karena kondisi ini belum pernah ditemuinya sama sekali.
"bapaknya pergi ambil resep mas. Biasanya lari-lari. Kan jauh dari ruangan ini". Ujar seorang ibu yang anaknya juga sedang sakit.
Tak mudah memiliki anak yang sedang menderita Cerrebral Plasty. Apalagi mereka memiliki seorang bayi lagi yang harus diurus. Si Istri tinggal di Barabai mengurus buah hati, Sang suami tinggal di rumah sakit menemani anaknya. Beruntung Ma'isyah mereka berdua masih bisa dicari dengan pekerjaan suami sebagai freelance designer dan penerbit buku.
Jiwa di dalam hati pemuda ini runtuh. Tak tahan melihat si bayi. Segenap rasa kasihan dan membayang anaknyalah yang berada di bangsal ini. Tak kuat rasanya jika harus menjadi Budi Saputera, Ayahnya Fatimah, Bayi kecil ini. Pemuda itu lalu mengecup kening Fatimah dan mendoakannya.
Sebungkus madu putih dia titipkan kepada sang ayah melalui ibu lain yang sedang berada di situ. Air matanya ingin meleleh, tapi ditahan sejadinya. Dia tinggal bayi kecil itu bersama bayi-bayi lain karena harus kembali ke kantor untuk bekerja. Sejumlah rencana telah hadir di dalam benaknya. "kira-kira, apa yang bisa aku lakukan untuk membantu sahabatku ini?"
=======================================================================
Seandainya rasa iba dan tangis dalam hati pemuda telah ternoda, mungkin Fatimah binti Budi Saputera akan dia abadikan dan dimasukkan fotonya ke dalam tulisan ini. Tapi tidak. Biarlah cerita ini yang akan bicara.
Boleh jadi kita tak dapat memberi sumbangsih yang banyak untuk membantu keluarga ini. Namun, bantuan doa dan sharing rekan-rekan mungkin akan sangat membantu. Cobalah memposisikan diri sebagai seorang ayah yang harus menjaga anaknya yang sendang lumpuh tak berdaya. Ya Cerrebral Plasty memang mengakibatkan kelumpuhan. Saat usianya seusia anak saya sekarang 14 bulan, begitu ceria wajahnya saat baru bisa berjalan. Tapi keceriaan itu harus dibayar dengan ujian kesabaran bagi orang tuanya.
Ya. Bantu lah Fatimah binti Budi Saputera dengan Doa. Sebarkan post ini ke media sosial yang anda miliki. Anda bisa tweet, anda bisa share, anda bisa tambahkan +1 dan apapun yang mungkin bisa mendorong pintu langit untuk memberikan kesembuhan kepada Fatimah dan memberi kesabaran dana kelapangan rizki bagi ayahnya.
Langkah-langkah bantuan untuk keluarga ini mungkin akan saya tulis lagi pada post selanjutnya.
Jika anda ingin bertanya siapa pemuda tadi. Pemuda itu adalah saya. Hendra Abu Raiqah. Dan Budi Saputera yang saya maksud di sini adalah Budi dari Anomali.
======================================================================
Banjarbaru, 9 September 2014.
Hendra Madjid
Tulisan ini Ditulis selepas maghrib dan selesai saat adzan Isya. Semoga menjadi berkah dan Allah memberikan anda ganjaran pahala yang besar untuk doa dan membagikan status ini.
Mohon maaf sebelumnya bagi yang sudah membaca tulisan ini. Karena saya terpaksa tidak meneruskan tulisan ini sampai akhir dan urung memberitahukan bahwa sebenarnya Fathimah telah tiada. Sekitar sebulan setelah posting ini terbit. Allah berkehendak lain.
ReplyDeleteTerima kasih untuk semua kawan yang telah bantu mendoakan...